TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia mendorong negara-negara di dunia untuk meratifikasi traktat larangan uji coba nuklir komprehensif Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty (CTBT). Meski disepakati sejak 1996, traktat tersebut belum juga berlaku efektif.
Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengimbau negara-negara yang sudah menyetujui traktat itu untuk segera memanfaatkan momentum di tengah situasi kawasan dan global yang kini tidak menentu untuk melakukan ratifikasi. Seusai perang dunia, penggunaan senjata nuklir dikesampingkan sebagai pengecualian dalam setiap tindakan masyarakat internasional.
“Kita perlu memanfaatkan momentum saat ini. Saya takut situasinya berubah cepat, jendela politik akan tertutup,” kata Marty saat membuka konferensi CTBT untuk kawasan Asia Tenggara, Pasifik, dan Timur Jauh (SEAPFE) di Jakarta, kemarin. (Baca: Indonesia Dukung Gerakan Anti-Senjata Nuklir PBB)
Traktat CTBT merupakan bagian dari upaya internasional melalui PBB untuk mengendalikan dan melucuti senjata guna menciptakan perdamaian dan keseimbangan kekuatan dunia. Traktat ini disepakati pada 24 September 1996. Meski telah ditandatangani 183 negara dan 162 di antaranya sudah meratifikasi, hingga kini traktat nuklir itu belum berlaku.
Sekretaris Eksekutif CTBT Lassina Zerbo juga mendorong hal yang sama. “NPT (Traktat Nonproliferasi Nuklir) tidak akan sempurna tanpa CTBT,” kata Zerbo.
Sebanyak 44 negara yang terdaftar dalam lampiran kedua (Annex II) merupakan negara yang berpotensi melakukan uji coba nuklir yang wajib meratifikasi CTBT agar traktat itu berlaku sesuai dengan kesepakatan. Saat ini tinggal delapan negara yang belum meratifikasi, yakni Cina, Mesir, Iran, Israel, dan Amerika Serikat yang telah menandatangani; serta Korea Utara, Indi, dan Pakistan yang sama sekali belum membubuhkan tanda tangan.
Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri Hasan Kleib menegaskan, pertemuan kali ini juga digelar untuk membangun momentum negara-negara yang bukan Annex II untuk segera meratifikasi.
Di kawasan Asia Tenggara, Pasifik, dan Timur Jauh masih ada beberapa negara seperti Papua Nugini, Timor Leste, Tonga, dan Tuvalu. Sedangkan di negara-negara ASEAN antara lain Thailand dan Myanmar.
Indonesia, termasuk negara Annex II, merupakan negara ke-157 yang meratifikasi CTBT melalui Undang-Undang Nomor 1 tahun 2012.
Indonesia dan Hungaria saat ini merupakan co-president Pasal 14 Konferensi CTBT untuk periode 2013-2015 pada sidang ke-8 di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, 27 September 2013. Kedua negara bertugas mengkoordinasikan upaya-upaya internasional dalam mewujudkan pemberlakuan dan universalisasi CTBT.
“Pertemuan ini juga untuk menunjukkan bahwa pemberlakuan dan universalisasi CTBT juga penting,” kata Kleib.
Duta Besar Indonesia untuk Austria, Slovenia, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Organisasi Internasional di Wina, Rachmat Budiman, mengatakan Indonesia juga ingin menyebarkan informasi tentang manfaat CTBT.
“Ini bukan sekadar pelarangan tes senjata nuklir, tapi ada juga keuntungan yang diraih, misalnya sistem peringatan dini tsunami, cuaca yang juga bisa dimanfaatkan,” kata Rachmat.
Pertemuan di Jakarta kemarin dihadiri sekitar 50 pejabat tinggi dan pakar di bidang perlucutan senjata nuklir dari 21 negara di kawasan Asia Tenggara, Pasifik, dan Timur Jauh, serta beberapa organisasi internasional seperti United Nations Office for Disarmament Affairs (UNODA), United Nations Regional Centre for Peace and Disarmament (UNRCPD), dan perwakilan Uni Eropa.
NATALIA SANTI
Terpopuler
Jadi Cawapres, Ini Daftar Kebijakan Kontroversi JK
Profil Wisnu Tjandra, Bos Artha Graha yang Hilang
Akbar: Rapat Pimpinan Nasional Golkar Aneh
Inanike, Pramugari Garuda yang Salat di Pesawat