TEMPO.CO, Bangkok - Aparat Thailand memburu dua jurnalis Reuters yang dianggap telah mencemarkan nama baik institusi militer negara itu lewat pemberitaan. Polisi akan memanggil keduanya untuk menjalani pemeriksaan.
Kedua jurnalis itu memberitakan tentang keterlibatan aparat angkatan laut Thailand dalam praktek penyelundupan imigran etnis Rohingya. Pemberitaan itu diganjar penghargaan Pulitzer tahun ini.
"Jika mereka tidak hadir,kami akan mengeluarkan perintah penangkapan," kata Somkid, polisi yang menangani kasus ini kepada AFP di Phuket, Senin, 12 Mei 2014. Pemberitahuan tentang pemanggilan kedua jurnalis itu juga akan disampaikan ke kantor pusat Reuters. (Baca:SEAPA: Hentikan Intimidasi Media di Thailand)
Seperti diberitakan The Daily Star, Selasa, 13 Mei 2014, kedua jurnalis itu diyakini sudah keluar dari Thailand dan kemungkinan tidak akan hadir memenuhi panggilan polisi untuk diadili.
Reuters menegaskan dalam meliput berita tentang penderitaan etnis Rohingya, kedua jurnalisnya telah melakukan prinsip jurnalisme secara adil dan seimbang. (Baca:Massa Anti-Yingluck Ultimatum TV Hentikan Siaran)
Tak hanya kedua jurnalis Reuters itu yang dibidik aparat penegak hukum Thailand, ternyata angkatan laut Thailand juga menggugat jurnalis Australia dan jurnalis Thailand yang mengutip laporan Reuters itu. Keduanya dijerat pasal pencemaran nama baik dan pelanggaran Undang-Undang Kejahatan Komputer. Untuk kedua dakwaan tersebut, para jurnalis itu terancam dibui selama lebih dari lima tahun.
Human Rights Watch mengecam Thailand atas kasus yang menimpa para jurnalis itu sebagai noda hitam bagi negara itu dalam penghormatan kemerdekaan media. Seperti laporan Reporters Without Borders 2014, Thailand menempati posisi 130 dari 180 negara dalam indeks kemerdekaan pers. Posisi ini tertinggi dari 10 negara anggota ASEAN. (Baca:RSF: Finlandia Terbaik, Korea Utara Terburuk)
THE DAILY STAR | MARIA RITA HASUGIAN
Terpopuler:
Mega Bahas Cawapres Jokowi Rabu Besok
Kubu Pro-Jokowi di PPP Keok
Mahasiswa Trisakti: Jangan Lupakan Tragedi Mei