TEMPO.CO, Tel Aviv - Perdana Menteri Benjamin Netanyahu akan maju terus dengan usulan perubahan hukum dasar Israel untuk menuntut negara itu ditetapkan sebagai "negara untuk satu bangsa saja--orang-orang Yahudi--dan tidak bagi yang lain". Netanyahu mengatakan perubahan ini tak akan mengabaikan kelompok minoritas di negara tersebut.
Dalam pertemuan kabinet mingguan, Ahad, 4 April 2014, Netanyahu mengatakan hak-hak sipil kaum minoritas, termasuk Arab, akan dijamin. Netanyahu menyebut langkah tersebut penting saat aspek legitimasi Israel berada "di bawah serangan terus-menerus dan meningkat dari luar negeri dan di dalam negeri".
Netanyahu yang mengusulkan perubahan ini pekan lalu saat berkunjung ke Independence Hall Tel Aviv menarik kecaman sengit dari saingan politiknya dan juga mendapatkan dukungan dari beberapa sekutunya. Langkah ini menyusul penolakan Palestina dalam pembicaraan perdamaian yang dimediasi Amerika Serikat untuk mengakui status Israel sebagai negara Yahudi.
Undang-undang yang diusulkan Netanyahu akan menjadi tambahan dari deklarasi kemerdekaan Israel pada Mei 1948, yang mendefinisikan Israel sebagai negara Yahudi.
Sebagian besar dari hukum dasar Israel menangani masalah prosedural yang berkaitan dengan pemilu, penunjukan perdana menteri, pembayaran negara, dan administrasi peradilan. Namun ada beberapa undang-undang yang lebih kontroversial, termasuk produk hukum tahun 1980 yang menunjuk Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
Netanyahu mengemukakan alasan soal rancangan undang-undangnya ini pada pertemuan kabinet tersebut. "Negara Israel adalah negara Yahudi dan negara demokratis. Hukum dasar kami memberikan ekspresi penuh ke sisi negara demokrasi," katanya. "Di sisi lain, negara Israel adalah negara bangsa dari orang-orang Yahudi tidak cukup dinyatakan dalam undang-undang dasar kita, dan soal inilah yang akan diberikan oleh rancangan hukum dasar ini".
"Negara Israel memberikan persamaan hak penuh, hak-hak individu, kepada seluruh warganya, tapi itu adalah negara-bangsa dari satu warga saja--orang-orang Yahudi--dan tidak orang lain. Dan oleh karena itu, untuk meningkatkan status negara Israel sebagai negara bangsa dari orang-orang Yahudi, saya berniat untuk mengajukan undang-undang dasar yang akan menjadi jangkar dari status ini."
Di antara mereka yang telah menyatakan keprihatinan atas proposal Netanyahu adalah Menteri Kehakiman Israel Tzipi Livni. Ia mendukung Israel mendefinisikan lebih jelas statusnya dalam undang-undang sebagai "rumah nasional bagi rakyat Yahudi dan sebagai negara demokratis". Namun dia menyatakan oposisi terhadap "hukum yang memberikan keutamaan" negara Yahudi atas nilai-nilai demokrasi di negara itu. Ia hanya bisa mendukung undang-undang yang menyebut "Yahudi dan demokratis memiliki bobot yang sama."
Komentarnya menggemakan sikap pemimpin Partai Buruh, Isaac Herzog, pekan lalu, ketika ide itu pertama kali dilontarkan Netanyahu. "Dengan segala eksistensinya, Partai Buruh mendukung Israel sebagai negara Yahudi dan negara demokratis," katanya. "Buruh membangun negara ini dan para pemimpinnya merumuskan deklarasi kemerdekaan--dokumen dasar yang menjadi jangkar bagi Israel sebagai negara Yahudi."
"Sayangnya, kerusakan diplomatik Netanyahu menjadi penyebab Israel kehilangan status Yahudi sebagai mayoritas dan menjadi sebuah negara binational. Fakta yang sangat disayangkan ini adalah sesuatu yang tidak ada satu hukum pun yang bisa menyembunyikannya."
Guardian | Abdul Manan
Berita Lainnya
Terkait MH370, Malaysia Tangkap 11 Teroris
Forensik: Rekaman Percakapan MH370 Diedit
Pria India Bakar Diri di Acara Debat Politik
Musikus Malaysia Ikut Pelatihan Jihad ke Suriah
Buka 'Jasa' Kawin Kontrak, 4 Wanita Arab Diadili