TEMPO.CO, Leiden - Universitas Leiden menganugerahkan Medali Pangeran William Oranye kepada Wakil Presiden Boediono, Rabu, 26 Maret 2014, di Leiden, Belanda. Rektor Carel Stolker menyatakan Boediono diberi anugerah tertinggi oleh Universitas Leiden karena jasanya membangun ekonomi dan demokrasi Indonesia.
“Pangeran William Oranye adalah pendiri Universitas Leiden dan medali ini adalah kehormatan tertinggi dari Universitas yang kami berikan kepada tokoh individu,” ujar Stolker di hadapan para profesor, civitas akademi, Wali Kota Leiden Henri Laferin , dan mahasiswa–termasuk sejumlah mahasiswa Indonesia. Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Belanda, Wily Sakareza, juga hadir dalam kuliah umum ini. Stolker lantas menunjuk ke arah jendela kaca timah ruangan tempat wajah Willem Oranye terpahat.
Sebelum penganugerahan, Boediono memberi kuliah umum di universitas ini, tepatnya di Large Auditorium, Academy Building. Lebih dari 200 orang memadati ruangan. Boediono membawakan topik "Sustaining Indonesia’s Economic and Political Transformation". Seusai kuliah umum, Profesor Wim van den Doel, Dekan Fakultas Peradaban, menyatakan, “Sesuai tradisi universitas, lazimnya ada tanya-jawab”
Empat mahasiswa, termasuk dua dari Indonesia mengajukan pertanyaan yang amat kritis tentang korupsi, politik uang, kurangnya proteksi pemerintah terhadap kaum minoritas–terutama melawan kelompok Islam garis keras–dan cara mengembangkan hubungan antara Indonesia dan Belanda .
Terhadap pertanyaan tentang korupsi dan politik uang dalam pemilihan umum, Boediono menjawab, “Kalau kita hanya melihat pada sisi gelap, maka kita akan menyerah pada demokrasi Indonesia.” Boediono menambahkan, “Mari kita lihat sisi cerahnya bahwa sekarang sudah banyak pemimpin daerah di Indonesia yang berhasil dalam pemilu tanpa politik uang.” Dia mencontohkan pemilihan Wali Kota Bandung, Wali Kota Surabaya, dan Gubernur DKI Jakarta.
Hadirin memberikan aplaus yang sangat meriah ketika Boediono menjawab pertanyaan keempat mahasiswa ini–melebihi ketika dia mengakhiri kuliah umumnya. Mengakhiri kunjungan di kampus ini, Wakil Presiden ditemani Rektor dan para profesor beranjak ke foyer Large Auditorium. Di sana, Boediono membuka selubung patung Hoessein Djajadiningrat. (Baca juga:Kisah Delta Si Penumpas Banjir Hadir di Pertemuan Boediono)
Tempo menemui putra Hoessein, H.W. Djajadiningrat, 85 tahun, yang hadir bersama istrinya, Madelon, antropolog asal Belanda yang fasih berbahasa Indonesia. “Saya meninggalkan Indonesia sejak usia 24 dan tinggal di Rotterdam sampai sekarang,” ujar psikolog senior di Rotterdam ini. Kenangan tentang ayah saya yang kuat dalam ingatan adalah “Beliau sangat cerdas dan selalu lulus sekolah dengan cum laude,” kata H.W. Djajadiningrat kepada Tempo.
HERMIEN Y KLEDEN
Terpopuler:
Apa Dasar PM Najib Sebut Seluruh Penumpang MH370 Tewas?
Dokter Tentara Dikeroyok 9 Perwira TNI AU di Yogya
Puing MH370 Ada di Celah Gunung Api Bawah Laut