TEMPO.CO, Jakarta - Hilangnya pesawat Malaysia Airlines dua pekan lalu juga menjadi persaingan terselubung antarnegara yang terlibat dalam proses pencariannya. Persaingan itu berupa informasi lantaran terkait dengan kepentingan politik maupun militer di negara-negara tersebut. Seperti dilansir Sydney Morning Herald, Sabtu, 22 Maret 2014, sejumlah negara terkait terkesan memilah-milah informasi yang disampaikan kepada publik. (Baca: Kisah Baterai Lithium dan 4 Ton Manggis di Bagasi MH370)
Analisis itu ditulis oleh Tom Allard, editor bidang urusan domestik media tersebut. Dia merangkum kejanggalan dalam informasi dari beberapa negara yang dianggap telat disampaikan. Hal itu juga dinilai membuat proses pencarian pesawat belum membuahkan hasil hingga saat ini.
Kejanggalan informasi pertama adalah dari Malaysia, yang merupakan negara asal maskapai pesawat nahas. Malaysia dikecam karena dianggap salah dalam mengambil keputusan. Hal itu terkait dengan informasi bahwa pesawat dengan nomor penerbangan MH370 ternyata berbelok arah. Pemerintah Malaysia memang mengumumkan pesawat berbelok arah sekitar pukul 02.15 waktu setempat.
Hanya saja, pihak militer Malaysia tidak merespons keganjilan tersebut. Pesawat tetap dibiarkan terbang di luar jalur yang seharusnya. Padahal, saat itu setidaknya terdapat empat pesawat temput Angkatan Udara yang memang dalam status siaga hingga pagi hari.
Keanehan berikutnya datang dari Cina. Mereka memerlukan waktu hingga tiga hari setelah pesawat hilang untuk menyampaikan dugaan keberadaan puing. Mereka menyatakan mendeteksi tiga obyek mengambang yang diduga puing pesawat Boeing 777-200ER. Padahal Cina menyatakan gambar itu terekam beberapa jam setelah pesawat dinyatakan hilang.
Selain itu, Australia juga memerlukan informasi tidak langsung menyampaikan kepada publik terkait temuannya. Berdasarkan citra satelit milik Amerika Serikat, otoritas Negeri Kanguru berhasil mendeteksi dua benda berukuran besar yang diduga bagian dari puing pesawat. Dua benda itu terlacak berada di selatan Samudra Hindia, atau dikenal dengan istilah Roaring Forties. (Baca: Malaysia Airlines MH370 Terlilit di Pusaran ‘Roaring Forties'?)
Thailand, yang merupakan negara tetangga Malaysia, juga menyampaikan keterangan sepuluh hari setelah pesawat hilang. Otoritas Thailand menyatakan pesawat itu sempat terdeteksi radar mereka sesaat setelah dinyatakan hilang. Namun Thailand menyatakan jika hal itu mereka lakukan karena pemerintah Malaysia tidak meminta informasi tersebut.
Allard pun mengkritisi sikap yang dilakukan oleh negara-negara tersebut. Dia mendeskripsikan persoalan informasi tersebut sebagai pelajaran dalam penanganan musibah kecelakaan pesawat. Menurut dia, penanganan kecelakaan pesawat pada era globalisasi memerlukan kerja sama internasional yang lebih erat. (Baca: Mengapa Habibie Yakin Malaysia Airlines Meledak?)
Berkaca pada kasus MH370 itu, dia menganggap persoalan informasi tersebut perlu mendapatkan perhatian serius. Menurut dia, perlu ada protokoler baru antarnegara untuk menangani masalah sensitif tersebut, apalagi menyangkut kepentingan militer negara tersebut. Soalnya, operasi penyelamatan yang dilakukan menyangkut nyawa orang lain. “Esensi dari operasi penyelamatan itu adalah kecepatan,” ujarnya.
SYDNEY MORNING HERALD | DIMAS SIREGAR
Topik terhangat:
Kampanye 2014 | Jokowi Nyapres | Malaysia Airlines | Pemilu 2014 | Kasus Century
Berita terpopuler lainnya:
Sindir Jokowi Lagi, Prabowo: Kau Pembohong, Maling
Ditanya Video Ical-Marcella, Ical Tertawa
Tiru Nabi Nuh, Kiai di Madura Bikin Perahu