TEMPO.CO, Kuala Lumpur – Meskipun biaya pembaruan aplikasi Swift untuk pesawat Malaysia Airlines terbilang murah, yakni sebesar US$ 10 (sekitar Rp 113 ribu) per penerbangan, tapi pihak maskapai harus membayar biaya retail yang lebih tinggi.
Seperti dikutip Washington Post, saat dimintai tanggapan mengenai hal ini, Zainul Zawawi, Wakil Presiden Malaysia Airlines untuk wilayah operasi Amerika Utara, menyebutkan, “Semua hal yang berada di dalam pesawat berhubungan dengan biaya.”
Ia mengatakan karena Malaysia Airlines merupakan maskapai dengan penerbangan murah, maka beberapa hal harus dikorbankan. Sejumlah maskapai penerbangan memang memutuskan untuk tidak melakukan pembaruan swift. Bagi mereka, data yang dihasilkan dalam sistem ini tidak terlalu penting karena sudah didukung oleh sistem lainnya, seperti ACARS (Aircraft Communications Adressing and Reporting System).
Namun demikian, swift juga dianggap sangat penting, terutama jika sistem ACARS telah dimatikan atau sengaja dimatikan. “Ketika ACARS dimatikan, swift akan tetap menyala,” tutur Dave Gallo dari Woods Hole Oceanographic Institution yang berhasil membantu menemukan Air France yang hilang pada tahun 2009 silam.
Swift telah membantu penyidik mempersempit wilayah pencarian Air France. Dengan bantuan swift, ACARS, dan sejumlah sistem lainnya, Air France dapat ditemukan lima hari kemudian setelah dilaporkan hilang.
ANINGTIAS JATMIKA | WASHINGTON POST
Terpopuler
Indonesia Tidak Akui Referendum Crimea
Bali, Obyek Wisata yang Paling Disukai Warga Rusia
Hari ke-11, Pencarian MH370 yang Terlama
Israel Bombardir Basis Militer Suriah di Golan