TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan pemerintah Indonesia tidak mengakui referendum pemisahan diri Crimea dari Ukraina. Pemerintah menilai referendum tersebut tak memiliki dasar hukum sehingga penduduk Crimea dapat bergabung dengan Federasi Rusia.
"Crimea dan Ukraina itu kan secara sepihak, unilateral, satu kelompok manusia. Itu tidak bisa kita terima," kata Marty di kantor Presiden, Rabu, 19 Maret 2014.
Sikap pemerintah ini telah secara resmi diinstruksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat kabinet terbatas hari ini. Posisi Indonesia secara prinsipil mengedepankan kedaulatan negara yang menjunjung tinggi integritas suatu wilayah negara.
"Kita tidak bisa menerima langkah apa pun juga yang melanggar kedaulatan dan keutuhan wilayah dari Ukraina."
Indonesia juga mengedepankan prinsip penghormatan, demokrasi, dan kepatuhan terhadap konstitusi sebuah negara. Indonesia mengecam perubahan pemerintahan yang terpilih sah secara demokrasi tapi digulingkan dengan tindakan inkonstitusional.
Hal ini mengacu pada gejolak Ukraina yang menggulingkan Presiden Viktor Yanukovych melalui protes dan demonstrasi. Kedua prinsip ini, menurut Marty, juga dipegang Indonesia saat terjadi perpecahan Kosovo dari Serbia.
Marty menyatakan Indonesia lebih mendukung kemerdekaan suatu daerah jika didasarkan pada kesepakatan dengan negara sebelumnya. Sikap ini terwujud saat Indonesia mendukung kemerdekaan Sudan Selatan dari Sudan dan Montenegro dari Serbia Montenegro. "Kita dukung karena berdasarkan kesepakatan," kata Marty.
FRANSISCO ROSARIANS
Terpopuler:
Komandan Polisi Tewas Ditembak di Mapolda Metro
Anwar Ibrahim Akui Pilot MH370 Kerabatnya
Kader Gerindra Gugat Jokowi ke Pengadilan Besok