TEMPO.CO , Moskow: Rusia dan Estonia menandatangani perjanjian yang menetapkan posisi perbatasan bersama mereka, Selasa 18 Februari 2014, setelah lebih berselisih dari 20 tahun.
Perjanjian itu masih harus diratifikasi oleh parlemen Rusia dan juga Estonia, yang telah bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Uni Eropa sejak runtuhnya Uni Soviet -kini menjadi Rusia- tahun 1991.
Rusia dan Estonia memiliki perbatasan dan pos operasi di perbatasan, tapi permusuhan selama era Uni Soviet menghambat upaya keduanya untuk meresmikan perjanjian perbatasan itu.
"Saya yakin ini akan ... memperkuat suasana kepercayaan dan kerja sama," kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov setelah menandatangani pakta tersebut dengan mitra Estonia-nya, Urmas Paet.
Estonia diduduki oleh pasukan Uni Soviet pada tahun 1940. Mereka kembali ke negara itu, setelah mengusir pasukan Jerman, pada tahun 1944. Estonia tetap menjadi bagian dari Uni Soviet hingga tahun 1991. Rusia mengatakan, pasukan Soviet membebaskan Eropa Timur dari Nazi Jerman.
Baca Juga:
Kedua negara menandatangani perjanjian perbatasan pada tahun 2005, namun Rusia menolak untuk meratifikasinya setelah anggota parlemen Estonia mengadopsi dokumen ratifikasi yang yang diyakini Moskow bisa menyebabkan mereka mengajukan tuntutan atas tanah mereka lagi dan meminta kompensasi.
Hubungan dua negara tetap tegang. Para pejabat Rusia menuduh pihak berwenang di Estonia membiarkan upaya memperlakukan Nazi sebagai pahlawan dan mendiskriminasi minoritas berbahasa Rusia di negara berpenduduk 1,3 juta itu. Estonia menolak tudingan itu.
REUTERS | ABDUL MANAN
BERITA LAINNYA
Dubes Malaysia: Orang Indonesia Suka Akronim
Polisi Geledah Stasiun TV yang Wawancarai Corby
Pasukan Suriah Raih Kemenangan di Hama
PBB Kumpulkan Bukti Kekejaman Pemimpin Korea Utara