TEMPO.CO, Ankara - Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan menolak keras kritik dari berbagai kalangan terhadap undang-undang Internet yang baru disahkan oleh parlemen. Ia menyatakan undang-undang Internet ini diperlukan untuk menghentikan aksi "bullying di dunia maya yang semakin tak terkendali".
"Tak seorang pun akan disadap. Tidak ada data pengguna Internet yang akan disimpan. Tidak ada kebebasan yang akan dilanggar," kata Erdogan di hadapan para pendukungnya di parlemen.
Gelombang protes dari warga domestik maupun pihak asing dialamatkan kepada parlemen Turki karena telah menyetujui adanya pembatasan penggunaan Internet. Pihak oposisi menganggap hal ini sebagai upaya Erdogan untuk membungkam adanya perbedaan pendapat dalam pemerintahan. Dunia internasional pun ikut memprotes undang-undang Internet karena dianggap sebagai bentuk sensor pemerintah lewat dunia maya.
Namun Erdogan berusaha mematahkan protes tersebut dengan mengatakan tidak ada pihak mana pun yang bisa mendikte pemerintah Turki. "Mulai ada dalam dunia Internet di mana pelecehan lewat dunia maya (cyberbullies) mulai berjalan tak terkendali," kata dia seperti dilansir Channel News Asia, Selasa, 11 Februari 2014. Ia juga menambahkan bahwa perubahan hukum ini bertujuan untuk mencegah adanya "ancaman pemerasan" oleh pihak lawan.
Berdasarkan undang-undang Internet baru, Departemen Telekomunikasi Turki (TIB) dapat menutup halaman web yang dianggap menghina atau melanggar privasi tanpa putusan pengadilan. Tak hanya itu, Departemen mewajibkan penyedia jasa Internet (provider) untuk menyimpan data maupun aktivitas pengguna Internet, dan berhak memintanya sewaktu-waktu.
Meski sudah disahkan oleh parlemen, undang-undang Internet ini masih harus ditandatangani oleh Presiden Abdullah Gul. Presiden memiliki waktu dua minggu untuk menandatangani undang-undang ini sebelum akhirnya diberlakukan. Namun pihak oposisi dan berbagai kelompok di Turki mendesak Presiden untuk tidak menyetujui aturan baru tersebut yang dianggap sebagai bentuk sensor atau pembatasan kebebasan ber-Internet.
Dewan Komisaris Eropa untuk Hak Asasi Manusia Nils Muiznieks mengatakan bahwa undang-undang Internet tersebut meningkatkan kekhawatiran baru dalam hal harmonisasi standar hak asasi manusia Eropa tentang kebebasan pers dan berekspresi. "Sikap gegabah dalam perubahan undang-undang ini telah diloloskan parlemen tanpa lebih dulu konsultasi dengan pemangku kepentingan utama. Ini sangat disesalkan," ujarnya.
CHANNEL NEWS ASIA | ROSALINA