TEMPO.CO, Tunis - Dewan Nasional Tunisia menyetujui konstitusi baru setelah tiga tahun jatuhnya penguasa paling lama di negara Afrika Utara, Zine el-Abidine Ben Ali. Pemungutan suara yang dilangsungkan pada Ahad, 26 Januari 2014, itu menghasilkan suara mayoritas anggota Dewan. Hal itu sekaligus menandai berakhirnya masa krusial transisi politik di negeri yang menjadi tempat lahirnya musim semi Arab di sejumlah negara Timur Tengah.
Hasil pengambilan suara itu disampaikan langsung oleh Perdana Menteri Mehdi Jomaa, pria yang bertanggung jawab atas terbentuknya pemerintahan sementara hingga pemilihan umum.
Dalam konstitusi baru Tunisia, disebutkan negara akan menjamin kesamaan hak pria maupun wanita. Di samping itu, konstitusi tersebut memberikan jaminan mengenai perlindungan terhadap lingkungan hidup dan melawan korupsi.
Kekuasaan eksekutif di pemerintahan bakal dipisah antara perdana menteri dan presiden. Perdana menteri akan memperoleh peran lebih dominan, sedangkan presiden lebih ditekankan pada menangangi persoalan pertahanan dan urusan luar negeri.
Islam, di konstitusi baru Tunisia, tidak disebutkan sebagai sumber hukum, meskipun agama mayoritas itu dipertimbangkan sebagai agama bangsa dan negara yang melarang ada penyerangan terhadap pemeluk agama ini. Negara juga menjamin pemeluk agama dan kepercayaan lain.
Baca Juga:
AL JAZEERA | CHOIRUL
Berita Terpopuler:
Di Survei Ini, Prabowo Subianto Selalu Jadi Juara
Survei: Jokowi Bertahan, Prabowo-Aburizal Jeblok
Cuit Anas Urbaningrum: Demokrat Ganti Ketua Umum
Irfan Bachdim Resmi Gabung Klub Jepang