TEMPO.CO, Bangkok - Dewan Keamanan Nasional Thailand, Senin, 20 Januari 2014, mengatakan pihaknya sangat serius mempertimbangkan penerapan status "keadaan darurat" setelah akhir pekan lalu terjadi kekerasan di ibu kota, Bangkok, saat demonstran mencoba selama lebih dari dua bulan untuk menjatuhkan pemerintahan.
Meskipun ukuran demonstrasi telah menurun, pengunjuk rasa berhasil menutup beberapa sejumlah kantor pemerintahan dan memaksa pelaksana tugas sementara Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra mundur dengan kampanye "Bangkok Shutdwon" dalam beberapa pekan ini.
"Kami siap untuk menggunakan dekrit darurat... Semua orang terlibat, termasuk polisi, militer, dan pemerintah, sedang mempertimbangkan opsi ini sangat serius tetapi belum mencapai kesepakatan," kata Kepala Dewan Keamanan Nasional Paradorn Pattantabutr kepada Reuters setelah pertemuan dengan Yingluck, hari ini.
"Para pengunjuk rasa mengatakan mereka akan menutup sejumlah kantor pemerintah. Sejauh ini, penutupan mereka telah bersifat simbolis, mereka pergi ke kantor-kantor pemerintah dan kemudian pergi. Tapi jika taktik mereka berubah dan mereka menutup bank atau kantor-kantor pemerintah permanen, maka peluang untuk kerusuhan meningkat dan kita harus meminta penerapan hukum ini," katanya.
Status darurat akan memberi kekuasaan yang luas kepada aparat keamanan untuk memberlakukan jam malam, menahan tersangka tanpa adanya tuduhan, menyensor media, melarang pertemuan politik lebih dari lima orang, dan memberlakukan pembatasan di sejumlah daerah.
Satu orang tewas dan puluhan orang terluka, beberapa serius, ketika granat dilemparkan ke tengah pengunjuk rasa anti-pemerintah di pusat kota Bangkok, Jumat-Ahad, 17-19 Januari 2014. "Saya kira serangan ini dirancang untuk memancing reaksi militer," kata Paul Chambers, direktur riset di Institute of South East Asian Affairs di Chiang Mai. Ia memprediksi, upaya itu akan meningkatkan eskalasi kekerasan di negara ini.
Menurut Chambers, eskalasi ini pada gilirannya bisa mendorong komisi pemilihan umum Thailand untuk menolak mengawasi pemilu 2 Februari 2014 seperti yang diminta Yingluck. Oposisi utama Thailand mengatakan mereka akan memboikot pemilihan ini.
REUTERS | ABDUL MANAN
Terpopuler :
Ibu Negara Prancis Tinggalkan Istana Kepresidenan
Istri Menteri India Tewas karena Overdosis?
Setelah Liaoning, Cina Bangun Kapal Induk Kedua
Snowden di Mata Sang Pacar
Kapal MV Marzooqah Dibajak Perompak Somalia