TEMPO.CO, Bangkok - Bentrok pecah di Ibu Kota Thailand, Bangkok, Senin, 2 Desember 2013, melibatkan pasukan keamanan dengan demonstran yang menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Yingluck Shinawatra. Kerusuhan ini menyebabkan setidaknya tiga orang tewas dan 103 lainnya cedera.
Pasukan keamanan terpaksa menggunakan gas air mata untuk menghadapi pengunjuk rasa yang mulai kalap, sekaligus demi mengamankan kantor-kantor pemerintah yang menjadi sasaran ribuan demonstran.
Kantor berita AFP dalam laporannya dari tempat kejadian, Senin, 2 Desember 2013, menyebutkan para pengunjuk rasa menggunakan tongkat kayu dan benda-benda keras lainnya untuk menyerang petugas yang sedang menjaga dan mengamankan kantor pemerintahan.
Pada Ahad, 1 Desember 2013, demonstran mendeklarasikan "Hari Kemenangan" guna menjatuhkan pemerintahan, namun usaha tersebut gagal, dan Perdana Menteri tetap berkuasa di kantornya.
Huru-hara di Thailand yang kian memanas membuat PBB menutup kantor utamanya di Bangkok, puluhan sekolah kosong tanpa murid, para karyawan sipil juga tidak berangkat kerja, menyusul kerusuhan melanda Ibu Kota dalam beberapa pekan ini.
Dalam sebuah pernyataan melalui surat elektronik kepada seluruh staf PBB di Bangkok, Departemen Keamanan PBB mengatakan, "Kekerasan pada Senin, 2 Desember 2013, bisa berskala besar, seluruh staf diminta menghindari kantor-kantor pemerintahan dan lokasi unjuk rasa."
Menanggapi kerusuhan yang kian meluas, pemimpin oposisi Suthep Tahungsuban, Ahad, 1 Desember 2013, mengatakan bahwa dia telah bertemu dengan Yingluck Shinawatra. Namun, pada pertemuan tersebut, tak dibahas mengenai cara mengakhiri krisis politik.
Dia menerangkan kepada Perdana Menteri bahwa oposisi akan menerima pengunduran dirinya dan menunjuk Dewan guna mengambil alih pemerintahan.
Sementara itu, polisi menerangkan bahwa unjuk rasa di berbagai sudut kota itu diikuti sekitar 70 ribu orang. Mereka bergabung bersama kelompok oposisi dalam demonstrasi pada Ahad, 1 Desember 2013. Dalam unjuk rasa tersebut, tulis AFP, sedikitnya tiga orang tewas dan 103 lainnya cedera.
Unjuk rasa besar-besaran di Thailand ini dipicu oleh pembahasan Rancangan Undang-Undang mengenai amnesti terhadap bekas Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, untuk kembali ke negaranya setelah melarikan diri sejak tujuh tahun silam.
AL JAZEERA | CHOIRUL