TEMPO.CO, Tripoli - Rakyat Libya merayakan pesta kemenangan setelah terbebas dari rezim Kolonel Muammar Qadhafi. Pemerintahan pasca-Qadhafi ingin menegaskan kekuasaan atas wilayah negeri itu.
Isu yang berkembang saat ini mengatakan banyak unit pemberontak yang bertempur dengan dukungan NATO guna mengalahkan pasukan Qadhafi yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah.
Al Arabiya dalam laporannya, Rabu, 23 Oktober 2012, menyebutkan, tidak ada tanda-tanda perayaan di Tripoli dan Benghazi. Namun pemerintah dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Selasa, 22 Oktober 2013, memberikan ucapan selamat kepada rakyat Libya atas berakhirnya masa tirani.
Perayaan dua tahun kebebasan itu berlangsung dua pekan setelah salah seorang bekas pemberontak yang menculik Perdana Menteri Libya, Ali Zeidan, terus menerus mengancam pemerintah pusat.
Seorang warga Tripoli, Abdelhadi al-Sultan, mengatakan kepada Agence France-Presse mengenai sikapnya yang pesimistis terhadap perayaan ini. "Tidak ada yang berubah di Libya," ucapnya. "Libya tak lebih baik, justru kian buruk sebab pemerintahan ini dikendalikan pemberontak."
Pada sisi lain, Fethi Terbel, seorang pengacara dan aktivis hak asasi manusia, bersikap optimistis atas masa depan Libya. "Saya rasa positif bagi Libya di masa depan meskipun masyarakat diliputi rasa perasaan tak enak. Bagi saya ini adalah alami hasil dari sebuah revolusi yang masih bayi," ucapnya kepada AFP.
AL ARABIYA | CHOIRUL
Berita Terpopuler
Vicky Prasetyo Senang Bisa Meng-Islam-kan Corrien
Wah, Wali Kota Airin Dalam Incaran KPK
Uang Rp 2,7 Miliar Bukti Suap Baru Akil Mochtar
Kasus Pelecehan Seksual di SMP 4 karena Kepolosan
Marzuki Alie: Ada Duit Suap ke Kongres Demokrat