Ada tiga tingkatan dalam proses perundingan. Pertama, pertemuan resmi, yang diketuai menteri luar negeri saat itu, Ali Alatas. Kedua, tingkat komite gabungan. Ketiga, komite teknis. Selama proses perundingan 1993 sampai 1996, ada empat kali pertemuan resmi, 10 kali pertemuan komite gabungan, dan 77 kali di tingkat komite teknis.
Pertemuan komite gabungan pertama digelar pada Desember 1993 di Kota Jolo, Pulau Sulu. Hasilnya, kedua pihak sepakat melakukan gencatan senjata, dan Indonesia diminta mengirim pasukan perdamaian. Indonesia, di bawah OKI, akhirnya mengirim 16 orang. Hasan menilai, pasukan perdamaian itu cukup efektif. Di lapangan juga tak terjadi insiden kontak senjata. (lihat wawancara: Hasan Wirajuda).
Dalam perundingan, ada dua hal yang dianggap cukup alot pembahasannya. Pertama, soal pembagian sumber daya. Kedua, integrasi laskar MNLF ke Angkatan Bersenjata dan Polisi Nasional Filipina. Melalui negosiasi panjang, keduanya menandatangani perjanjian damai pada 2 September 1996 dan menjadi embrio lahirnya Autonomous Region in Muslim Mindanao (ARMM).
Setelah perjanjian diteken, tugas Indonesia tak lantas selesai. Sejumlah pertemuan lanjutan untuk mengawasi implementasi perjanjian itu digelar pada 10-12 November 2007 di Jeddah, Arab Saudi; 14-16 Februari 2008 di Istanbul, Turki; 11-13 Maret 2009 di Manila; 22-23 Februari 2011 di Jeddah, Arab Saudi. Pada 2012, ada dua pertemuan di Indonesia, yaitu pada 20-22 Juni di Solo dan 1-2 Maret 2012 di Bandung. Tahun ini, rencananya digelar pertemuan di Yogyakarta pada 16 September itu, yang akhirnya batal.
Manila anggap gagal...