TEMPO.CO, Manila - Para pemberontak muslim yang menyandera sekitar 200 orang di selatan Filipina membutuhkan mediator asing. Demikian keterangan pejabat Filipina yang tak disebutkan namanya, Selasa, 10 September 2013.
Hingga saat ini, para pemberontak yang gagal berdamai dengan pemerintah masih menahan sandera sipil sebagai tameng hidup di dekat kota pelabuhan Zamboanga.
Pasukan pemerintah masih terus mengepung posisi pemberontak yang berasal dari Front Pembebasan Bangsa Moro (MNLF) dan para sandera di empat desa pesisir pantai.
Bulan lalu, MNLF mengeluarkan ancaman baru bahwa kelompoknya akan memisahkan diri dan mendirikan negara (republik) sendiri.
Menurut sejumlah laporan, sedikitnya sembilan orang tewas sejak adu tembak berlangsung antara pasukan keamanan Filipina dan pejuang MNLF di Kota Zamboanga, Mindanao, Senin, 9 September 2013.
Laporan lain menyebutkan, para pemberontak berada di sejumlah perkampungan, berbaur dengan warga desa. "Beberapa rumah yang dikuasai pemberontak hangus terbakar."
Selain menimbulkan korban jiwa sembilan orang, kata pejabat setempat, pertempuran militer Filipina dengan aktivis MNLF menyebabkan setidaknya 13 ribu orang tinggal sementara di stadion olahraga Kota Zamboanga.
"Kami berusaha menyediakan fasilitas terbaik buat mereka," kata pekerja sosial Beth Dy kepada kantor berita Agence-France Presse (AFP). Namun, ia mengimbuhkan, di sana hanya ada empat toilet. Warga lainnya mengungsi ke tempat penampungan sementara di gereja dan sekolah.
AL JAZEERA | BBC | CHORIUL
Terpopuler
Iran: Serang Suriah Picu Gempuran ke Israel
Obama: Serangan ke Suriah Bisa Batal
PM Turki Selamatkan Bendera, Bagaimana dengan SBY?
Jika Suriah Diserang, Sekutu Assad Ancam Membalas
Rudd Didesak Mundur dari Politik