TEMPO.CO, India – Aborsi janin perempuan adalah masalah sosial utama di India. Pasalnya, dibandingkan anak perempuan, anak laki-laki lebih berarti. Praktik aborsi ini paling menonjol di Gujarat dan India bagian utara. Budaya patriarki, picu masyarakat India tak inginkan anak perempuan.
“Tahun lalu, jurnal medis Lancet menyatakan, 500.000 anak perempuan di India meninggal akibat aborsi selektif tiap tahunnya,” tulis Daily Mail. Senada dengan laporan Lancet, sebuah laporan UNICEF pada tahun 2006 mengungkapkan bahwa 10 juta anak perempuan tewas, baik sebelum mereka lahir maupun sesaat mereka lahir, oleh orang tua mereka sejak tahun 1986.
Pembunuhan bayi perempuan, terjadi karena budaya lama di seluruh India menganut paham patriarki. Anak laki-laki lebih disukai sebab mereka diyakini akan membawa kekayaan dan kemakmuran untuk keluarga sedangkan anak perempuan sering dipandang sebagai beban.
Faktor lain adalah sistem mas kawin. Budaya di India menekankan bahwa mas kawin diberikan untuk pengantin pria, bukan untuk pengantin wanita. Pengantin wanita memberikan sejumlah besar uang atau barang berharga untuk pengantin pria dan keluarganya. Meskipun sistem mas kawin telah dilarang, nyatanya budaya itu terus tertanam dalam budaya India. Apalagi, jika terlalu banyak anak perempuan dalam satu keluarga. Tentu, mas kawin yang harus disiapkan menjadi lebih banyak lagi.
Aborsi janin perempuan dimulai pada awal 1990-an sebagai akibat dari ketersediaan teknik USG di India. Otomatis, warga India akan mampu melihat jenis kelamin janin. Akibatnya, 80 persen kabupaten di India telah melaporkan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih besar daripada perempuan sejak tahun 1991.
Praktik ini diyakini telah menyebabkan peningkatan perdagangan manusia. Perempuan diperjualbelikan sebagai pengantin di daerah yang warga laki-lakinya lebih banyak.
DAILY MAIL | ANINGTIAS JATMIKA
Topik Terhangat:
Tarif Progresif KRL | Bursa Capres 2014 | Ribut Kabut Asap | PKS Didepak? | Puncak HUT Jakarta