TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, fenomena terjebaknya kabut asap dari Riau di Singapura saat ini tidak mengikuti pola umum. "Asap terjebak di Singapura karena pengaruh anomali cuaca," kata dia ketika dihubungi Tempo, Kamis, 20 Juni 2013.
Sutopo mengatakan angin di sekitar Riau harusnya mengarahkan ke utara, yaitu wilayah Kamboja dan Thailand. Tapi karena Siklon Yagi dan Siklon Leepi, angin tertarik semua ke arah Filipina. Nahas, angin dari Riau ke Filipina melewati Singapura. "Sehingga kualitas udara di sana terganggu."
Pengaruh anomali ini semakin jelas mengingat hotspot yang terbakar tidak besar. Berdasarkan pantauan 18 Juni lalu, data satelit NOAA18 di Kementerian Kehutanan menunjukkan jumlah hotspot di Riau 148 titik, Jambi 26 titik, Kalimantan Barat 22 titik, Sumatera Selatan 6 titik, dan Sumatera Barat 5 titik. Menurut Sutopo, jumlah ini jauh dibanding puncak hotspot tahun 1997-1998 yang mencapai ribuan akibat pengaruh Elnino.
Adapun luasan lahan gambut terbakar di Riau mencapai 850 hektar. "Sekarang juga bukan puncak kemarau yang memicu kebakaran. Puncak kemarau baru September-Oktober." Mengutip Badan Meterorologi, Klimatologi, dan Geofisika, dia menyebut, siklon tropis Leepi akan berumur 7 sampai 10 hari sejak munculnya embrio siklon tanggal 18 Juni lalu.
Seperti diberitakan sebelumnya, kabut asap mengganggu Singapura akibat kebakaran lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan. Luas yang sudah dipadamkan 650 hektar dengan jumlah personil 105 orang. "Sampai saat ini upaya pemadaman masih berlangsung," kata Sutopo.
ATMI PERTIWI
Baca juga:
Perkosa 11 Gadis, Politikus Dieksekusi di Cina
Singapura: Kabut Indonesia Terparah Sepanjang Masa
Wartawan yang Lengserkan Pejabat Militer AS Tewas
Kabut Asap di Singapura Diprediksi Bertahan Lama
Pemuda Islam Italia Tewas Bertempur di Suriah