TEMPO.CO, Kairo - Umat Kristen Mesir merasa disisihkan dan diabaikan oleh Ikhwanul Muslimin, kelompok yang kini memegang kekuasaan. "Mereka tidak melindungi kami dari kekerasan," ujar Paus Koptik Tawadros II.
Dalam sebuah wawancara pertama kalinya sejak pecah kerusuhan sektarian di Mesir antara pemeluk Kristen dan Islam yang menewaskan delapan orang bulan ini, Paus meminta pejabat berwenang menghitung kembali jumlah korban sarangan di Katedral Koptik Kairo. Menurutnya informasi yang disampaikan pemerintah mengenai bentrokan pada 7 April 2013 adalah kebohongan.
"Ada perasaan dipinggirkan dan penolakan yang boleh kami sebut sebagai sebuah isolasi sosial," kata Paus kepada Reuters, Kamis, 25 April 2013, mengenai perasaan umat Kristen yang jumlahnya 15 persen dari 84 juta penduduk Mesir.
Serangan ke gereja dan ketegangan sektarian meningkat signifikan setelah munculnya pemerintahan Islam menyusul jatuhnya Presiden Mubarak pada Februari 2011.
Ditanya soal respon pemerintah terhadap serangan ke gereja pada bulan ini, dia katakan, "Itu sebuah penilaian yang buruk dan ada kelalaian. Saya berharap ada pengamanan yang lebih baik terhadap tempat (ibadah) dan masyarakat (Kristen)."
Presiden Mursi dan para menterinya mencoba memperbaiki hubungan dengan mengirimkan Paus berusia 60 tahun ini ke arena bentrokan 5 April 2013 di Kota El Khusus, sebelah utara Kairo. Di kota ini, empat warga Kristen dan seorang muslim tewas.
"Kadang-kdang kami mendapatkan perlakuan manis dari pejabat pemerintahan, tetapi perlakuan itu perlu ada tindakan berikutnya yang tak jarang terlambat bahkan tidak ada sama sekali," kata Paus.
AL ARABIYA | CHOIRUL