TEMPO.CO, Rangon - Uni Eropa mencabut sanksi perdagangan, ekonomi, dan individu terhadap Myanmar. Kebijaksanaan itu dilakukan setelah negeri itu dinilai telah melaksanakan reformasi politik.
Keputusan yang diambil pada Senin, 22 April 2013 itu bersamaan dengan temuan organisasi hak asasi manusia berbasis di New York, Amerika Serikat, Human Rights Watch (HRW), yang menyatakan bahwa Myanmar telah melanggar hak asasi manusia dengan melakukan pembersihan etnis terhadap komunitas Rohingya dan mengusir puluhan ribu etnis Rohingya dari tempat tinggalnya.
"Guna merespon apa yang telah dilakukan di Myanmar, maka diputuskan bahwa seluruh sanksi terhadap negeri itu dicabut, kecuali embargo senjata," demikian salah satu butir keputusan Uni Eropa yang disampaikan kepada media, Senin, 22 April 2013.
"Uni Eropa akan membuka babak baru dalam hubungannya dengan Myanmar, yakni membangun kemitraan yang langgeng."
Uni Eropa mulai menghapus sanksi terhadap Mynamar setahun lalu, kecuali pelarangan perdagangan senjata. Sebab, semasa militer berkuasa selama beberapa dekade lalu, militer secara progresif menghabisi penduduk sipil.
Thein Shein, Presiden Myanmar, telah melaksanakan reformasi politik dengan membebaskan seluruh tahanan politik, termasuk di antaranya adalah oposisi utama Aung San Suu Kyi.
Phil Robertson, Kepala HRW Asia, mengatakan pencabutan sanksi adalah prematur. Selain itu, keputusan itu juga disesalkan olehnya, mengingat banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh Myanmar.
Myanmar tidak mengakui kehadiran sekitar 800 ribu warga Rohingya yang dianggap sebagai pendatang haram dari Bangladesh dan tidak diakui sebagai warga negaranya.
AL JAZEERA | CHOIRUL
Topik Terhangat:
Ujian Nasional | Bom Boston | Lion Air Jatuh | Preman Yogya | Prahara Demokrat
Berita Terpopuler:
Hari Bumi 2013: Pergantian Musim Google Doodle
Tersangka Bom Boston Ngetwit Setelah Ledakan
Menteri Keuangan Diberhentikan Saat Bertugas di AS
Erik Meijer Dinilai Tidak Pantas Jadi Direksi Garuda
Bom Boston Marathon Versi Pelajar Indonesia di AS