TEMPO.CO, Rangon - Human Rights Watch (HRW), sebuah organisasi hak asasi manusia yang berbasis di New York, Amerika Serikat, dalam laporan terbarunya menduga telah terjadi pembersihan etnis dan kejahatan kemanusiaan terhadap warga Rohingya di Myanmar.
Menurut laporan yang dilansir pada Senin, 22 April 2013, berjudul "Anda Semua Dapat Melakukannya, Berdoa" dituliskan bahwa lebih dari 125 ribu orang beretnis Rohingya telah dipaksa meninggalkan kediamannya sejak dua gelombang kekerasan pada Mei dan Oktober 2012, melanda.
"Gambar-gambar satelit menunjukkan hampir 5.000 bangunan dan lahan milik muslim Rohingya telah dihancurkan," tulis laporan tersebut.
Serangan pada Oktober 2012, tulis laporan HRW, dikoordinasi oleh pejabat pemerintahan Myanmar, seseorang beretnis Rakhine, dan para pendeta Buddha. Akibat serangan mematikan yang berlangsung pada 23 Oktober 2012, seorang saksi mata mengakui sedikitnya 70 warga Rohingya tewas, termasuk 28 anak-anak. "Seluruh korban dibantai di Kota Mrauk-U."
PBB mengatakan Rohingya adalah salah satu etnis paling menderita di dunia. Hampir seluruh etnis Rohingya yang tinggal di sebelah barat negara bagian Rakhine ditolak kewarganegaraannya oleh pemerintah Myanmar. Mereka dianggap pendatang haram dari negara tetangga, Bangladesh, dan dicap sebagai kaum "Bengali".
Laporan HRW menyebutkan pasukan pemerintah Myanmar sama sekali tak melakukan pencegahan ketika aksi kekerasan terjadi terhadap warga Rohingya. Bahkan beberapa kali pasukan pemerintah ikut menyerang Rohingya. "Banyak bukti gambar menunjukkan mereka (Rohingya) ditembaki oleh polisi Myanmar," tulis HRW.
Video yang diterima dan disiarkan BBC memperlihatkan gambar sejumlah petugas keamanan hanya berdiri tegak, sementara perusuh Buddha menyerang minoritas muslim di Kota Meiktila. Gambar-gabar itu berisi, aksi penjarahan, pembakaran toko emas, dan rumah-rumah milik warga muslim Rohinya, termasuk seorang pria muslim yang dibakar.
Ironisnya, pada saat bersamaan, Uni Eropa telah memutuskan akan mencabut sanksi yang pernah dikenakan terhadap pemerintahan Myanmar. Hal tersebut merupakan apresiasi atas reformasi yang berlangsung di sana.
AL JAZEERA | BBC | CHOIRUL
Topik Terhangat:
Ujian Nasional | Bom Boston | Lion Air Jatuh | Preman Yogya | Prahara Demokrat
Berita Terpopuler:
Hari Bumi 2013: Pergantian Musim Google Doodle
Tersangka Bom Boston Ngetwit Setelah Ledakan
Menteri Keuangan Diberhentikan Saat Bertugas di AS
Erik Meijer Dinilai Tidak Pantas Jadi Direksi Garuda
Bom Boston Marathon versi Pelajar Indonesia di AS