TEMPO.CO, Caracas - Kekerasan di Venezuela menyeruak setelah pengumuman hasil pemilihan presiden, Ahad subuh waktu setempat, 14 April 2013, yang menyebabkan tujuh orang tewas dan puluhan lainnya cedera. Demikian laporan kantor berita AVN.
Panitia pemilihan, Selasa, 16 April 2013, menyatakan bahwa Nicolas Maduro terpilih sebagai presiden setelah berhasil mengumpulkan suara 50,66 persen. Sedangkan lawannya, Henrique Capriles, mendapatkan 49,1 persen suara.
Dalam pidato kemenangannya, bekas sopir dan pemimpin serikat pekerja ini menuduh oposisi sedang menyiapkan kudeta dan melarang demonstrasi guna menentang hasil pemilu.
Kemenangan Maduro tak bisa diterima oleh tokoh oposisi ini. Pria berusia 40 tahun itu berkali-kali meminta diadakan penghitungan suara ulang. Capriles dalam ocehannya di akun Twitter menyebutkan bahwa Maduro dan pemerintahannya melakukan kekerasan.
"Kemenangannya tidak sah dan pemerintahannya memerintahkan melakukan tindak kekerasan guna menghindari penghitungan suara ulang. Mereka adalah orang-orang yang bertanggung jawab," kata Capriles.
Capriles pada Selasa, 16 April 2013, menyerukan kepada pendukungnya untuk berdemonstrasi pada Rabu, 17 April 2013, di Caracas. Namun dia meminta para pendukungnya mewaspadai adanya penyusup dari kelompok Maduro yang dapat memicu kekerasan.
Capriles berencana melakukan unjuk rasa damai bersama para pendukungnya di kantor panitia pemilihan agar penghitungan suara diulang kembali.
AL JAZEERA | CHOIRUL
Berita Lainnya:
Yenny Wahid Tolak Gabung ke Demokrat
KPK Bakal Punya Penasihat Baru, Mereka Adalah...
Datang ke Percetakan Soal UN, M. Nuh Kecewa
Bom Boston, Begini Cerita dari Pemenang Maraton
Kronologi Bom Boston Marathon