TEMPO.CO, Beijing - Cina mengeluarkan teguran terselubung kepada Korea Utara terkait meningkatnya ketegangan regional. Presiden Xi Jinping mengatakan, tidak ada negara yang bisa membawa dunia ke dalam kekacauan. Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Cina menyatakan bahwa Beijing tidak akan membiarkan kekacauan "di depan pintu".
Komentar dianggap yang paling telak dalam menanggapi lebih dari satu bulan retorika Korea Utara, termasuk serangan nuklir terhadap Amerika Serikat dan perang dengan Seoul.
"Tidak ada negara yang diizinkan untuk melempar wilayah bahkan seluruh dunia ke dalam kekacauan untuk keuntungan pribadi," kata Xi Jinping dalam sebuah forum di selatan Cina. Ia tidak menyebutkan nama Korea Utara, tapi ia tampaknya merujuk ke Pyongyang.
Mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk Cina, Jon Huntsman, mengatakan, komentar Xi itu belum pernah terjadi sebelumnya. "Ini menunjukkan frustrasi di kalangan para pemimpin Cina selama tahun-tahun terakhir, bahwa mereka mungkin telah mencapai titik didih 212 derajat yang berkaitan dengan Korea Utara," katanya kepada CNN.
Korea Utara memulai putaran terbaru dari ancamannya setelah sanksi PBB dijatuhkan untuk uji coba nuklir pada Februari tahun ini. Namun, tak sepadan dengan lontaran kata-katanya, Pyongyang tidak terlihat mengambil tindakan militer dan tidak menunjukkan tanda-tanda mempersiapkan tentara untuk perang. Para analis menyatakan, ancaman itu sebagian ditujukan untuk konsumsi dalam negeri, yaitu untuk mendongkrak dukungan bagi pemimpin baru mereka, Kim Jong-un.
"Kami menentang kata-kata provokatif dan tindakan dari pihak mana pun di wilayah tersebut, dan tidak membiarkan masalah dibangun di depan pintu," kata Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi, menurut sebuah pernyataan kementerian di situsnya yang berkaitan dengan percakapan telepon dengan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon.
Pada hari Minggu, kementerian menyatakan "keprihatinan yang mendalam" pada meningkatnya ketegangan", dan mengatakan Cina telah meminta Korea Utara untuk "menjamin keamanan para diplomat Cina di Korea Utara, sesuai dengan Konvensi Wina serta hukum dan norma-norma internasional".
Cina kerap disebut "telah kehabisan kesabaran" setelah selama bertahun-tahun mencoba untuk membujuk Pyongyang keluar dari isolasi dan untuk mereformasi ekonominya. Pemimpin baru Cina, termasuk Xi, tidak memiliki ikatan emosional dengan Korea Utara seperti pendahulu mereka. Lebih-lebih setelah Kim Jong-un gagal menunjukkan kesetiaan kepada Cina seperti yang dilakukan ayahnya, Kim Jong-il, dan kakeknya. Dia, misalnya, tidak mengunjungi Cina sejak mengambil alih kepemimpinan setelah ayahnya meninggal pada akhir 2011.
AP | CNN | TRIP B