TEMPO.CO, Hong Kong - Pengadilan banding tertinggi Hong Kong, Senin, 25 Maret 2013 menolak memberikan hak menetap bagi buruh migran yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau pengasuh anak.
"Para pekerja domestik asing wajib kembali ke negara asalnya setelah kontrak berakhir. Mereka tidak berhak menetap di Hong Kong,” demikian diputuskan pengadilan. Majelis hakim juga menegaskan pekerja domestik asing dilarang membawa pasangan atau keluarganya ke Hong Kong.
Keputusan lima anggota majelis hakim itu menutup kesempatan bagi 300 ribu buruh migran, terutama asal Filipina dan Indonesia, untuk memperoleh hak seperti pekerja asing lain. Dalam konstitusi Hong Kong, setiap pekerja asing berhak menetap setelah tinggal di wilayah tersebut selama tujuh tahun berturut-turut. Namun, aturan itu mengecualikan pekerja domestik asing.
Aturan inilah yang kemudian digugat oleh Evangeline Baneo Vallejos, seorang pekerja domestik asal Filipina. Setelah menetap di Hong Kong selama 17 tahun, Vallejos berusaha memperoleh hak yang sama dengan pekerja asing lain. Keputusan hakim itu jelas mengecewakan perempuan Filipina tersebut.
“Meski kami menghormati keputusan hakim, kami menilai keputusan ini tidak adil dan memberikan pesan diskriminasi terhadap generasi muda,” kata Mark Daly, pengacara Vallejos.
Sebelumnya, Vallejos sempat memenangin gugatan di pengadilan tinggi pada 2011. Dalam keputusannya, pengadilan itu menyatakan pekerja domestik asing tidak boleh dikecualikan dalam aturan hak menetap bagi pekerja asing. Tetapi pemerintah Hong Kong mengajukan banding atas putusan tersebut.
Tapi keputusan ini disambut lega pemerintah dan warga lokal Hong Kong. “Dengan jumlah penduduk 7,15 juta, Hong Kong sudah sangat padat,” ujar Joseph Law dari Asosiasi Majikan Pekerja Domestik Asing Hong Kong. Pria yang mempekerjakan seorang pembantu asal Filipina selama 35 tahun terakhir ini mengaku Hong Kong tidak mampu menanggung beban ratusan ribu imigran baru.
Pekerja domestik asing merupakan bagian penting dalam keluarga kelas menengah ke atas di Hong Kong. Mereka menerima gaji sebesar HK$ 3.920 atau Rp 4,9 juta per bulan. Walaupun kondisi kerja di Hong Kong dinilai lebih manusiawi dibandingkan Timur Tengah, sejumlah aktivis menegaskan para pekerja domestik asing tetap bekerja lebih dari 12 jam sehari selama enam hari sepekan.
BBC | CHANNEL NEWS ASIA | WALL STREET JOURNAL | SITA PLANASARI AQUADINI
Berita Terpopuler:
Penyerbuan LP Cebongan Bermula dari Saling Pandang
Operasi Buntut Kuda Penjara Cebongan Sleman
Lihat Teman Satu Sel Didor, Napi Cebongan Trauma
Ini Kronologi Penyerbuan Cebongan Versi Kontras
Tak Ada Kudeta, Hanya Pembagian Sembako