TEMPO.CO, Yerussalem - Sejak negara Israel berdiri pada tahun 1948, hanya empat presiden Amerika yang mengunjungi negara Yahudi itu semasa masih menjabat: Richard Nixon, Jimmy Carter, Bill Clinton, dan George Bush. Aaron David Miller, mantan negosiator AS soal Timur Tengah, menyatakan, dari keempatnya, hanya Carter yang benar-benar mencapai hasil signifikan, yaitu menjadi perantara perjanjian perdamaian Mesir-Israel, Maret 1979.
Saat Barack Obama menginjakkan kakinya di Tel Aviv, Rabu, 20 Maret 2013, ia menjadi presiden kelima yang mengunjungi negara itu saat masih menjabat di Gedung Putih. Isu internasional yang ada di depan mata adalah soal ancaman nuklir Iran dan krisis Suriah, selain soal--dan mestinya ini yang terpenting--nasib pembicaraan damai Israel-Palestina yang terhenti.
Namun, jauh-jauh hari Obama sudah memberi sinyal bahwa ia tak akan menyampaikan usul atau inisiatif baru soal perdamaian Israel-Palestina. Sinyal ini menimbulkan spekulasi tentang tujuan sebenarnya dari kunjungan tiga hari itu, yang secara umum melihat bahwa ini untuk kepentingan Obama di dalam negerinya.
Israel memang sekutu penting AS, tapi hubungan keduanya dalam periode pertama pemerintahan Obama tak bisa dibilang mulus. Saat terpilih sebagai presiden pada tahun 2009, Obama mengunjungi Timur Tengah, tapi tak mampir ke Israel.
Tahun 2010 lalu, Wakil Presiden Joe Biden diutus ke Israel untuk meyakinkan bahwa Obama mendukung pemerintahan Tel Aviv. Hanya saja, ketika iring-iringan Biden meninggalkan Museum Yad Vashem Holocaust, ia mendengar berita bahwa Kementerian Dalam Negeri Israel meresmikan pembangunnan 1.600 unit rumah baru di Yerusalem Timur dan menghancurkan apa yang seharusnya menjadi perayaan hubungan Amerika-Israel.
Biden kembali ke hotelnya untuk berkonsultasi dengan Gedung Putih tentang apa yang harus dikatakan, dan membuat Netanyahu menunggu dengan canggung di kediamannya selama satu setengah jam untuk makan malam. Ketika Biden tiba, ia mengeluarkan teguran yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang membuat malu Perdana Menteri Israel, saat mereka duduk untuk makan malam.
Setelah itu, hubungan keduanya tetap asam. Dua bulan berselang, Obama menolak untuk berfoto bersama Netanyahu ketika ia mengunjungi Gedung Putih. Tahun berikutnya, ketika Obama berbagi panggung dengannya di Gedung Oval untuk memberi keterangan pers, Netanyahu menceramahi Obama mengapa gagasannya soal perbatasan tahun 1967 sebagai dasar untuk negosiasi perdamaian dengan Palestina adalah omong kosong.
Pada 2012, Netanyahu secara terbuka menyatakan presiden AS tak memiliki "hak moral" untuk menghentikan Israel untuk mengambil tindakan sendiri terhadap Iran yang berusaha mengembangkan program nuklirnya. Ini bentuk sikap frustrasi Netanyahu karena tidak bisa mendorong Obama mengatakan kepada publik mengenai kapan AS akan mengebom Iran.
Sementara itu, Netanyahu selama beberapa tahun terakhir tidak melakukan apa pun untuk melakukan pembicaraan damai lebih lanjut dengan Palestina. Dia, melalui wakilnya, malah menilai Obama naif soal Timur Tengah. Iia juga meninggalkan kesan yang kuat tahun lalu bahwa ia menjagokan Mitt Romney, bukan Obama, untuk memenangi pemilihan presiden AS.
Dalam suasana seperti inilah Obama bertandang ke Israel pekan ini. Ia akan bertemu Presiden Israel Shimon Peres, Netanyahu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, dan Perdana Menteri Palestina Salam Fayyad. Ia juga tak dijadwalkan untuk berbicara di depan anggota DPR Israel, Knesset, dan memilih berpidato di depan wakil mahasiswa dari berbagai kampus, seperti yang ia lakukan saat di Kairo, Mesir, 2009 lalu.
Joel Beinin, profesor Sejarah Timur Tengah di Universitas Stanford, mengatakan tujuan paling nyata dari perjalanan ini adalah untuk meredakan lobi Zionis. "Tapi itu mungkin memiliki beberapa dampak positif terhadap peluang Demokrat di 2014 saat pemilihan kongres," kata dia. Mark Perry, mantan direktur lembaga pemikir Forum Konflik, menyebut kunjungan Obama ini sebagai sikap standar setiap pemerintahan AS, yaitu menunjukkan komitmennya terhadap keamanan Israel.
Perry yakin Obama akan menyampaikan pesan yang kira-kira nadanya seperti ini: kami tegas berkomitmen untuk membela Israel, tapi tidak tertarik berperang dengan Iran untuk membuktikan komitmen itu. Beinin punya firasat bahwa presiden dari partai Demokrat itu akan menekan Netanyahu untuk melaksanakan serangkaian tindakan agar Mahmoud Abbas mau kembali ke meja perundingan dan membicarakan solusi damai Israel-Palestina.
Slate.com | ipsnews.net | CNN | Abdul Manan
Terpopuler:
KUHP Baru, Lajang Berzina Kena 5 Tahun Penjara
Mengapa Ibas Laporkan Yulianis ke Polisi
Ramai-ramai Patok 'Kebun Binatang' Djoko Susilo
Jokowi Tak Persoalkan Hengkangnya 90 Perusahaan
Adi Sasono Emoh Makan Burung Merpati dan Kelinci
SBY Tinjau Latihan Timnas PSSI Besok
David De Gea Betah di Manchester United
Timnas Waspadai Sayap Arab Saudi
Sakit Hati, Tersangka D Bunuh Bos Servis Komputer
Pengganti Pramono Edhie di Tangan Presiden