TEMPO.CO, Birmingham - Enam bulan lalu Malala Yousafzai meregang nyawa setelah ia ditembak di kepala karena mengkampanyekan pendidikan anak perempuan di Pakistan. Kini, dia adalah remaja putri yang siap untuk kembali menuntut ilmu. Tidak di kampung halamannya, Lembah Swat, tetapi di Birmingham, Inggris.
Ekstremis Taliban menembak Malala, sekarang 15 tahun, saat ia berjalan pulang dari sekolah, dalam upaya untuk membungkam aktivis sekolah itu untuk selamanya.
Seraya membawa ransel merah muda, Malala berjalan melewati gerbang sekolah khusus perempuan Edgbaston School di Birmingham. Dia diantar sang ayah, Ziauddin. Ini menandai saat yang emosional dalam perjalanan hidupnya. Saat berjuang untuk sembuh, ia menyatakan tekadnya untuk tetap sekolah.
Di Lembah Swat, Taliban melarang anak perempuan bersekolah. Kampanye Malala membuat mereka gerah. Ia ditembak dari jarak dekat oleh seorang Taliban yang menyerbu ke bus sekolahnya pada 9 Oktober.
Dia lolos dari maut karena peluru masuk tepat di atas mata kirinya, berlari di sepanjang rahangnya, dan bersarang di bahu, bukan otaknya. Dokter di Pakistan berhasil mengeluarkan peluru dan Malala diterbangkan ke Inggris untuk perawatan khusus.
"Saya sangat gembira bahwa hari ini saya telah mencapai impian saya untuk kembali ke sekolah," katanya. "Saya ingin semua gadis di dunia yang memiliki kesempatan ini."
Malala telah tinggal bersama ayahnya, Ziauddin; ibunya, Toorpekai; dan dua saudaranya Khushal, 12 tahun, dan Atul, 8 tahun, di sebuah rumah yang aman di Birmingham. Ia mungkin akan tinggal secara permanen di Inggris setelah ayahnya mulai bekerja pada konsulat Pakistan di Birmingham. Biaya sekolah Malala dibayar oleh pemerintah Pakistan.
Edgbaston High School adalah sekolah independen untuk anak perempuan berusia dua setengah sampai 18 tahun. Didirikan pada tahun 1876, Edgbaston adalah sekolah khusus wanita tertua di Birmingham.
MAIL ONLINE | TRIP B