TEMPO.CO, Sofia - Perdana menteri ad interim Bulgaria Marin Raikov menyatakan tidak akan berinisiatif untuk memulai langkah yang berujung pada dijatuhkannya sanksi oleh Uni Eropa terhadap Hizbullah. Sebelumnya, Bulgaria menyebut kelompok Islam dari Lebanon itu terlibat serangan bom di sebuah resor Laut Hitam Burgas, Juli 2012 lalu, yang menewaskan 5 warga Israel.
Raikov tidak memberikan alasan untuk keputusannya ini. Ada dugaan, ini sebagai konsesi terhadap kelompok-kelompok oposisi Bulgaria yang berpendapat bahwa memimpin inisiatif untuk memasukkan Hizbullah dalam 'daftar hitam' Uni Eropa akan membuat negara ini lebih banyak mengalami serangan.
Raikov, diplomat karir, mengambil alih pemerintahan sejak Rabu, 13 Maret 2013, setelah protes massal oposisi dan para aktivis membuat koalisi pemerintah dari sayap tengah-kanan itu jatuh. Dalam protesnya, oposisi mempersoalkan masalah kemiskinan yang melonjak dan maraknya korupsi di pemerintahan. Raikov diangkat oleh presiden untuk menjaga kepercayaan pasar dan menenangkan oposisi hingga pemilu 12 Mei mendatang.
"Bulgaria tidak akan berinisiatif menggunakan prosedur yang ada (untuk memasukkan Hizbullah sebagai organisasi teroris)," kata Raikov kepada stasiun radio pemerintah, BNR, Sabtu, 16 Maret 2013. "Kami hanya akan menyajikan fakta-fakta obyektif dan kenyataannya. Biarlah mitra Eropa kami yang memutuskan."
Soal dugaan keterlibatan Hizbullah dalam pengeboman di Burgas itu disampaikan Menteri Dalam Negeri Tsvetan Tsvetanov Selasa, 5 Februari 2013 lalu, setelah Dewan Keamanan Nasional Bulgaria membahas hasil investigasi kasus pengeboman itu. Kata Tsvetanov saat itu, tiga pelaku yang terlibat dalam pemboman itu memiliki hubungan dengan Hizbullah.
Sebelumnya, Israel telah meningkatkan lobinya terhadap sejumlah negara Eropa agar mengikuti jejak Amerika Serikat yang sudah menetapkan Hizbullah sebagai "organisasi teroris" dan menjatuhkan sanksi keuangan terhadapnya.
Reuters | Abdul Manan