TEMPO.CO, JEDDAH—Pemerintah Arab Saudi akhirnya menunda eksekusi terhadap tujuh pemuda yang dituding melakukan perampokan, Selasa, 5 Maret 2013. Ketujuh pemuda itu dinyatakan bersalah merampok sebuah toko perhiasan di Provinsi Asir pada 2006. Mereka kemudian dijatuhi hukuman mati pada 2009.
Dheeb al-Qahtani, saudara salah satu terdakwa, memperoleh kepastian itu dari Gubernur Asir Pangeran Faisal bin Khaled. “Kami berharap Raja Abdullah memerintahkan pembebasan mereka,” kata Al-Qahtani dari Rawdat Khureem. Bersama 200 anggota keluarganya, ia mendesak Raja untuk melakukan persidangan ulang.
Kasus ini menuai kritik dari kelompok lembaga hak asasi manusia Amnesty International. “Para terdakwa mengaku disiksa, dibiarkan kelaparan bahkan dipaksa berdiri selama 24 jam agar mengaku melakukan kejahatan itu,” kelompok yang berbasis di London itu menuliskan dalam pernyataannya.
Kerabat ketujuh pria itu menambahkan bahwa mereka masih berusia remaja saat insiden tersebut berlangsung. “Penyelidikan ini penuh dengan kebohongan yang mengacaukan keadilan,” ujar Mohammad al-Rabhan, sahabat keluarga salah satu pemuda.
“Bukannya mereka tidak bersalah. Tapi hukuman mati yang dijatuhkan tidak sebanding dengan kejahatan itu,” Al-Rabhan menambahkan.
Arab Saudi telah mengeksekusi 17 terpidana sepanjang 2013. Sedangkan pada 2011 dan 2012 jumlah terpidana mati yang dieksekusi mencapai 82 orang.
Januari lalu, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengkritik hukuman mati terhadap seorang pembantu rumah tangga asal Sri Lanka. Rizana Nafeek dinyatakan bersalah membunuh bayi yang diasuhnya. Kritikan keras dunia internasional dipicu oleh fakta bahwa Rizana divonis mati saat ia masih berusia di bawah 18 tahun.
L REUTERS | SITA PLANASARI AQUADINI