TEMPO.CO, Sabah - Pemerintah Malaysia menyatakan telah membayar sewa tanah kepada Sultan Sulu sebanyak US$ 1.500 (Rp 14,5 juta) per tahun untuk tanah seluas 7.300 hektare di Sabah hingga saat ini.
Menurut Sultan dan para pengikutnya, nilai pembayaran itu sudah tak layak. Karena itu, nilai sewa harus dinaikkan untuk wilayah yang pernah diduduki Inggris sejak 1800 itu.
Baca juga:
Namun, tuntutan tersebut ditolak Malaysia. Negeri jiran ini hanya mau tunduk kepada perundingan dengan pemerintah Filipina. Bahkan, mereka memaksa klan Sultan meninggalkan wilayah yang mereka duduki dengan salakan senjata.
Sejumlah pria bersenjata dari klan Kesultanan Sulu, Filipina Selatan mendarat di sebuah perkampungan di pantai Sabah sejak 9 Februari 2013. Mereka mengklaim bahwa wilayah tersebut miliknya, sesuai dengan dokumen tahun 1800.
Sejak mereka berada di Sabah, ketegangan menjurus bentrokan senjata antara pengikut Sultan dan pasukan keamanan Malaysia tak terelakkan. Kekerasan di daerah sumber kaya energi ini bahkan menimbulkan krisis politik di antara kedua pemerintahan Malaysia dan Filipina.
Baca juga:
Ketegangan politik kedua negara juga merembet pada proses perundingan antara pemerintah Filipina dan Front Pembebasan Islam Moro (MILF), kelompok bersenjata di selatan Filipina, yang diprakarsai Malaysia.
Seruan pemerintah Malaysia maupun Filipina tak diindahkan oleh pengikut Sultan. Sejak pekan lalu, Malaysia mengerahkan pasukan bersenjata guna memperkuat petugas kepolisian guna mengusir pengikut Sultan. Bentrokan bersenjata tak bisa dihindari hingga menewaskan 27 orang dari kedua belah pihak.
AL JAZEERA | CHOIRUL
Berita Populer:
Soekarwo Lantik Bupati Termuda Indonesia
Timwas Century Terima Banyak Informasi dari Anas
Polri: Video Kekerasan Densus 88 Terjadi 2007
Ini Tokoh-tokoh yang Mengilik Anas Soal Century