TEMPO.CO, Kuala Lumpur - Berbarengan dengan pengumuman kepolisian Malaysia bahwa mereka berhasil melumpuhkan penyusup asal Filipina di Sabah, Kementerian Hukum mulai menyusun upaya hukum bagi mereka yang tertangkap hidup-hidup. Menurut Menteri Kehakiman Malaysia, Nazri, insiden di Lahad Datu adalah penyusupan, bukan perang.
"Ini merupakan intrusi ke dalam kedaulatan kita, tapi bukan perang," katanya. Karena itu adalah penyusupan, katanya, yang akan menangani kasus mereka adalah aparat kepolisian.
Baca Juga:
Ia mengatakan jika perang, Konvensi Jenewa yang akan diberlakukan. Namun, yang terjadi di Sabah, katanya, bukan perang.
"Mereka melanggar hukum Malaysia, dan karenanya mereka akan diseret ke pengadilan biasa," kata Nazri.
Dia menambahkan, mereka pasti akan dijerat dengan pasal pembunuhan. Dalam pertempuran antara penyusup bersenjata Sulu dan pasukan keamanan Malaysia, delapan polisi tewas.
Baca Juga:
Senin pagi empat pekan lalu, Raja Muda Agbimuddin Kiram dan ratusan pengikutnya, termasuk pasukan bersenjata yang ia sebut Tentara Kerajaan Kesultanan Sulu dan Borneo Utara, meninggalkan Kepulauan Simunul di Tawi-tawi, Filipina bagian selatan. Menggunakan kapal cepat, rombongan itu melaju ke Sabah, Malaysia.
Agbimuddin adalah adik Sultan Jamalul Kiram III, dari Kesultanan Sulu, di Filipina Selatan. Ia mengatakan pendaratannya di Lahad Datu, Sabah, 11 Februari lalu, bukan sebagai agresi, melainkan "perjalanan pulang". Peristiwa itu menjadi perhatian besar setelah mereka terlibat kontak senjata dengan Pasukan Keamanan Malaysia, yang hingga Senin, 4 Maret 2013, setidaknya menewaskan 26 orang.
MALAYSIAN INSIDER | TRIP B
Baca juga
Bentrokan Bersenjata di Sabah, 5 Polisi Malaysia Tewas
'Perjalanan Pulang' Keluarga Sultan Sulu ke Sabah
Ayah Tewas Saat Lindungi Anak dari Suhu Ekstrem
Kelompok Penyusup Diduga Mendarat Lagi di Sabah