TEMPO.CO, Moskow - Menteri Luar Negeri Suriah Walid al-Moualem menyatakan, Suriah siap melakukan pembicaraan dengan kelompok pemberontak bersenjata. Dalam kesempatan yang sama, ia menyatakan, Suriah juga tengah berperang "melawan terorisme", mengacu pada konflik yang dikatakan oleh PBB bahwa 70 ribu orang telah tewas.
Berbicara di Moskow, ia mengatakan bahwa Damaskus siap untuk berdialog dengan semua orang yang menginginkannya, bahkan dengan mereka yang memiliki senjata di tangan. "Karena kami percaya bahwa reformasi tidak akan datang melalui pertumpahan darah, tapi hanya melalui dialog," katanya.
Ia melanjutkan, apa yang terjadi di Suriah adalah perang melawan terorisme. "Kami sangat akan mematuhi solusi damai dan terus berjuang melawan terorisme," ujarnya.
Tawaran pembicaraan ini disambut dingin oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry di London, yang tengah melakukan lawatan ke sembilan negara di Eropa dan Arab. "Sulit bagi saya untuk memahaminya. Ketika Anda melihat Scud menyasar orang yang tidak bersalah di Aleppo, tiba-tiba mereka menyatakan siap untuk melakukan dialog yang sangat serius," katanya.
Dia mengatakan, Presiden Barack Obama sedang mengevaluasi langkah-langkah lebih untuk "memenuhi kewajiban kita bagi orang yang tidak bersalah" tanpa memberikan perincian. Ia juga tak menyebutkan apakah Amerika Serikat akan mempersenjatai pemberontak, hal yang sebelumnya ditolak.
Pemerintahan Obama mengambil sikap berhati-hati dengan menghindari keterlibatan lebih dalam di Suriah, jantung Timur Tengah yang bergejolak. Rezim Assad dan musuhnya terkunci dalam kebuntuan berdarah setelah hampir dua tahun pertempuran yang mengancam stabilitas negara tetangganya.
Moaz Alkhatib, pemimpin koalisi oposisi, mengatakan kepada wartawan di Kairo bahwa ia tidak berhubungan dengan Damaskus, menyusul tawaran Moualem itu. "Kami belum pernah kontak lagi, dan kami sedang menunggu komunikasi dengan mereka," katanya.
Pemerintah Suriah dan oposisi sudah lama diserukan agar berdialog menyelesaikan kebuntuan politik di negeri itu. Namun, pihak oposisi mengatakan, setiap solusi harus melibatkan pelengseran Assad, yang keluarganya telah memerintah Suriah sejak tahun 1970. Mereka berkeras Assad harus pergi sebelum perundingan dimulai.
Brigadir Selim Idris, seorang komandan militer pemberontak, mengatakan kepada televisi Al Arabiya bahwa gencatan senjata, mundurnya Assad, dan pengadilan termasuk bagi pemimpin militer, harus mendahului setiap pembicaraan.
Damaskus dengan tegas menolak setiap prasyarat itu. Soal lokasi dialog juga terjadi silang pendapat. Saat oposisi menghendaki dialog dilakukan di luar negeri, kubu pemerintah mengatakan, dialog harus berada di wilayah yang mereka kuasai.
AP | TRIP B
Berita dunia lainnya:
Iran Tuding Oscar untuk Argo Bermotif Politik
Presiden Perempuan Pertama Korea Selatan Dilantik
'Listening Tour' Menteri Luar Negeri AS
Joget Michelle Obama Laris Manis di Internet
Pelantikan Park, Boediono Duduk di Kursi Plastik
Rokok Bakal Dilarang di Ruang Publik Seluruh Rusia