TEMPO.CO, Washington - Kerap menjadi sasaran serangan cyber yang diduga dilancarkan Cina membuat Amerika Serikat gerah. Menurut seorang pejabat negeri itu, Gedung Putih akan melakukan serangkaian aksi yang lebih agresif untuk menanggapi apa yang dikenal sebagai serangan cyber dan pencurian maya (cyber stealing) yang terkait dengan pemerintah Cina.
Rencana Gedung Putih ini datang setelah sebuah perusahaan keamanan cyber yang berbasis di Virginia merilis rincian sebuah unit militer rahasia Cina di Shanghai melancarkan serangan cyber selama bertahun-tahun terhadap perusahaan-perusahaan AS. Setelah melakukan analisis, sedikitnya 140 perusahaan AS terkena dampak serangan ini. Perusahaan itu, Mandiant, menyatakan mereka dapat menghubungkan serangan ini dengan salah satu unit dalam Tentara Pembebasan Rakyat Cina, Unit 61398. Ahli militer yakin unit ini merupakan bagian cyber dari militer Cina itu.
Laporan Mandiant, lengkap dengan rincian tiga peretasan besar dan foto-foto dari salah satu bangunan unit militer di Shanghai, meningkatkan tekanan pada AS untuk mengambil tindakan atas apa yang disebut sebagai kegiatan spionase maya yang dilakukan secara sistemis.
"Jika pemerintah Cina menerbangkan pesawat (tanpa izin) ke wilayah udara kita, pesawat kita akan mengantar mereka pergi. Jika itu terjadi dua kali, tiga atau empat, presiden akan mengangkat telepon dan akan ada ancaman pembalasan," kata mantan asisten direktur eksekutif FBI, Shawn Henry. "Hal ini terjadi ribuan kali sehari. Perlu ada beberapa definisi di mana garis merah dan apa dampak yang ditimbulkannya."
Henry, sekarang presiden perusahaan keamanan maya CrowdStrike, mengatakan bahwa daripada memberitahu perusahaan untuk meningkatkan keamanan cyber mereka, pemerintah perlu lebih fokus pada bagaimana untuk mencegah peretasan yang didukung negara.
Pemerintah Cina, sementara itu, telah membantah terlibat dalam serangan cyber yang terlacak oleh Mandiant. Sebaliknya, Kementerian Luar Negeri negeri itu mengatakan bahwa Cina adalah juga korban peretasan. Menurut juru bicara Departemen Luar Negeri Cina, Hong Lei, mengutip sebuah laporan agen di bawah Departemen Teknologi Informasi dan Industri yang mengatakan tahun 2012 peretas menggunakan virus dan software berbahaya lainnya untuk merebut kendali atas 1.400 komputer di Cina dan 38.000 website.
"Di antara serangan itu, terbanyak datang dari AS," kata Hong pada sebuah konferensi pers.
Ahli cybersecurity mengatakan pemerintah AS tidak melakukan serangan serupa atau mencuri data dari perusahaan China. Namun, mereka mengakui bahwa badan-badan intelijen secara rutin memata-matai negara-negara lain.
AP | TRIP B