TEMPO.CO, Newton – Polisi mengeksplorasi kemungkinan pelaku pembantaian di Sekolah Dasar Sandy Hook, Newtown, Connecticut, meniru video game. Adam Lanza, sang pelaku, menembak ibunya, Nancy Lanza, hingga tewas di rumahnya, lalu menembakkan senjatanya di SD Sandy Hook pada 14 Desember 2012. Dua puluh enam orang, termasuk 20 anak-anak berusia 6-7 tahun, tewas. Adam kemudian bunuh diri.
Polisi menemukan permainan video bergambar kekerasan bernilai ribuan dolar Amerika Serikat di rumah Lanza. Sebelum melakukan pembantaian, pemuda 20 tahun itu menghancurkan komputer yang menyimpan informasi permainan yang dia mainkan dan dengan siapa dia bermain.
Dugaan soal Adam meniru video game itu merupakan satu di antara beberapa detail yang terungkap dalam penyelidikan gabungan antara surat kabar Amerika Serikat, Hartford Courant, dan program Frontline di stasiun televisi PBS.
Selain mewawancarai polisi, para wartawan menghubungi keluarga Adam dan teman-teman Nancy. Seorang teman Nancy mengatakan perempuan 52 itu sering berkumpul dengan teman-temannya di bar dan bepergian, tapi mendahulukan anak-anak dan keluarga.
Ketika bersekolah di taman kanak-kanak, Adam membutuhkan perhatian khusus, baik di rumah maupun di sekolah. Seorang teman mengingatnya sebagai orang aneh, dan ibunya memperingatkan agar dia tidak menyentuhnya.
Ketika Adam remaja, ibunya memberi tahu staf sekolah bahwa putranya menderita sindrom Asperger dan didiagnosis menderita ketidakmampuan integrasi sensorik. Artinya, dia tidak tahan terhadap suara keras, sinar terang, perubahan, dan kebingungan.
Setelah orang tuanya bercerai pada 2009, Adam kian terasing dari sosok sang ayah, Peter Lanza. Ibunya jadi sering bepergian dan meninggalkan Adam sendiri. Kepada teman-temannya, Nancy mengatakan ingin anaknya lebih mandiri.
Nancy membeli empat senjata tangan antara 2010 dan 2012. Dia juga mengajak Adam dan kakaknya, Ryan, ketika berlatih menembak.
l THE TELEGRAPH | NATALIA SANTI