TEMPO.CO, Kairo —Para pemimpin negara Muslim sepakat membebankan tanggung jawab atas konflik berdarah di Suriah kepada Presiden Bashar al-Assad.”Kami menegaskan pemerintah Suriah paling bertanggung jawab atas kekerasan dan pembunuhan terhadap puluhan ribu warga sipil baik di kota maupun desa,” kata pernyataan bersama para pemimpin anggota Organisasi Kerjasama Islam di Kairo, Kamis waktu setempat.
Dalam pertemuan dua hari tersebut, seluruh anggota OKI juga mendukung inisiatif Mesir, Turki, Iran dan Arab Saudi sebagai mediator antara kubu-kubu yang berseteru di Suriah. “Kami sepakat meningkatkan upaya perdamaian untuk menghentikan pembantaian warga Suriah,” ujar Presiden Mesir, Muhammad Mursi, dalam upacara penutupan konferensi tingkat tinggi OKI.
Sekretaris Jenderal OKI, Ekmeleddin Ihsanoglu, mengungkapkan inisiatif ini terutama ditujukan untuk mempersatukan faksi-faksi oposisi yang masih terpecah. “Selain itu kami juga mendesak agar terjadi perundingan damai antara oposisi dengan faksi pemerintah Suriah yang tidak terlibat dalam kekerasan,” Ihsanoglu menambahkan.
Kondisi di Suriah hampir mencapai titik nadir. Badan Dunia untuk Pengungsi (UNHCR) Jumat 8 Februari 2013 mengungkapkan sekitar 5.000 warga Suriah mengungsi ke negara tetangga setiap hari. “Ini krisis parah,” tutur Adrian Edwards, juru bicara UNHCR dalam konferensi pers di Jenewa. “Selama bulan Januari saja, terdapat kenaikan pengungsi Suriah di negara-negara tetangga hingga 25 persen.”
Sementara itu, aksi kekerasan terus berlangsung di Suriah. Aktivis oposisi melaporkan 50 pekerja pabrik militer tewas saat sedang menunggu bus seusai bekerja. Kematian mereka dipicu oleh ledakan bom bunuh diri yang dibawa sebuah bus. Sebelas korban yang tewas merupakan perempuan. Meski insiden ini berlangsung Rabu lalu, tapi deatil kejadian baru terungkap hari ini.
AP | REUTERS | BBC | SITA PLANASARI AQUADINI