TEMPO.CO, Tripoli - Inggris akan memberikan pelatihan kepada pasukan keamanan Libya guna membantu Eropa melawan kelompok Islam militan di Afrika Utara. Keterangan tersebut disampaikan Perdana Menteri David Cameron dalam sebuah kunjungan mengejutkan ke Libya, Kamis, 31 Januari 2013.
Dalam sebuah pertemuan di Brussel, menteri-menteri luar negeri Uni Eropa sepakat memberikan bantuan kepada otoritas Libya untuk memperketat garis perbatasan negara untuk memerangi penyelundupan senjata dan menghentikan kelompok militan melintasi perbatasan.
Selain pelatihan, Eropa juga memberikan nasihat keamanan dengan mengirimkan 70 ahli. Bantuan akan diberikan pada musim panas tahun ini. Perhatian Eropa yang begitu tinggi terhadap Libya terkait dengan perkembangan di Sahara setelah militan Islam menyandera sejumlah orang di kilang gas In Amenas di Aljazair, awal bulan Januari.
Dalam aksi penyanderaan itu, lebih dari 37 warga asing tewas setelah pasukan komando Aljazair menyerbu kompleks kilang untuk mengakhiri krisis penyanderaan yang menyebabkan 29 penyandera tewas.
Cameron terbang ke Tripoli dari Aljazair, tempat dia melakukan kerja sama keamanan dan intelijen. Di ibu kota Libya, Tripoli, Cameron dijadwalkan mengunjungi akademi kepolisian dan Lapangan Martir. Pada kesempatan itu, dia mengatakan bahwa Afrika Utara dan Sahara adalah magnet bagi kaum Jihad, sekaligus memperingatkan harus dilakukan perjuangan bersama untuk melawan mereka.
Meskipun demikian, Cameron menghindari aksi militer dan lebih menyukai untuk memberdayakan negara-negara kawasan guna menjaga keamanan serta meningkatkan peran hukum serta institusi demokratik. "Di sana tidak ada kebebasan dan demokrasi yang sebenarnya tanpa keamanan dan stabilitas yang baik. Kami berkomitmen membantu kedua hal tersebut dan termasuk di tetangga Anda," kata Cameron di acara jumpa pers bersama Perdana Menteri Ali Zeidan.
"Kami sepakat terhadap sebuah paket bantuan dari Inggris ke Libya. Kami juga mendiskusikan bagaimana caranya kami dapat membantu membangun kemampuan institusi pemerintahan baru Libya," ia menambahkan.
Cameron terakhir mengunjungi Libya pada 2011 bersama dengan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy setelah pemberontak berhasil menumbangkan bekas pemimpin Libya, Moammar Kadhafi, bersama Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat.
AL ARABIYA | CHOIRUL
Berita Terpopuler Lainnya:
Yusuf Supendi: Kok, Kaget PKS Terlibat Suap?
Impor Renyah 'Daging Berjanggut'
Skandal Daging Berjanggut, Laporan Tempo 2011
Sebut Suap Daging Musibah, Tiffatul Dikecam
Presiden PKS Ditangkap, Apa Kata Hilmi Aminuddin
Marzuki Alie: Luthfi Hasan Itu yang Mana, Ya?