TEMPO.CO, WASHINGTON D.C—Kehadiran bekas anggota Kongres dari Partai Demokratik, Gabrielle Giffords, menyebabkan ruangan rapat di Kongres Amerika Serikat senyap, Rabu waktu setempat. Meski mengalami kesulitan berjalan dan berbicara, perempuan 42 tahun itu menjadi saksi yang sangat penting dalam dengar pendapat soal pembatasan kepemilikan senjata api di Amerika Serikat.
Dengan emosional, perempuan yang akrab dipanggil Gabby itu mendesak Kongres segera memperketat kepemilikan senjata api di Negeri Abang Sam. “Ini adalah pertemuan yang sangat penting bagi anak-anak kita, masyarakat bahkan bagi Partai Demokrat dan Republik,” kata Gabby mengawali kesaksiannya di hadapan Komite Hukum Senat.
“Bagi saya, berbicara sangat sulit. Tapi saya harus mengatakan hal penting,” ujarnya kepada para senator dari kedua partai. “Kekerasan adalah masalah besar. Terlalu banyak anak tewas. Kita harus bertindak. Memang berat tapi waktunya sekarang,” alumnus Universitas Cornell ini menegaskan.
Gabby memang memiliki kepentingan besar ihwal kepemilikan senjata api. Sebab, ia menjadi salah satu korban penembakan massal pada 8 Januari 2011 saat memberikan pidato di hadapan konstituennya di Kota Tucson, Arizona. Dalam insiden tragis tersebut, enam warga tewas termasuk seorang hakim agung dan bocah perempuan berusia sembilan tahun.
Gabby kini mengalami kebutaan di salah satu mata dan tangan kirinya lumpuh permanen. Ia pun mengalami kesulitan berjalan maupun berbicara. Untuk itu, perempuan yang mengalami luka tembak di kepala tersebut mendesak Kongres segera bertindak. “Beranilah. Rakyat Amerika bergantung pada kalian,” tuturnya sambil mengakhiri pernyataannya.
Pernyataan Gabby menandai dua bulan kematian 20 anak-anak dan enam staf sekolah dasar Sandy Hook di Kota Newtown, Connecticut akibat penembakan massal yang dilakukan seorang mahasiswa. Mayoritas pengunjung yang mendukung pembatasan senjata menyambut gembira kesaksian tersebut.
L AP | WASHINGTON POST | NATIONAL POST | SITA PLANASARI AQUADINI