TEMPO.CO, Dhaka — Massa pendukung partai Jamaah al-Islami dan partai oposisi Nasionalis Bangladesh, Kamis, 31 Januari 2013, menggelar unjuk rasa besar-besaran di seluruh penjuru Bangladesh untuk menentang sidang kejahatan perang yang mengancam pemimpin partai mereka.
Mahkamah Internasional Kejahatan Perang Bangladesh menyeret beberapa petinggi partai Jamaah Al-Islami dengan tuduhan kejahatan perang, pemerkosaan, dan genosida saat perang kemerdekaan melawan Pakistan pada 1971. Seorang petinggi partai telah divonis mati pekan lalu, meski terpidana berhasil kabur ke Pakistan.
Pemerintah Bangladesh mengatakan, sedikitnya 3 juta orang tewas akibat perang karena pembunuhan kolaborator Pakistan. Sebagian besar korban tewas merupakan cendekiawan, seperti dokter, dosen, ilmuwan, hingga jurnalis.
Unjuk rasa berujung rusuh ketika demonstran membakar dan merusak kendaraan-kendaraan di Ibu Kota Dhaka dan sejumlah kota lain di Bangladesh. Polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata ke arah demonstran untuk membubarkan massa.
Kepolisian Dhaka mengerahkan 10 ribu personel untuk menjaga ibu kota. Pengamanan sangat ketat karena polisi terus melakukan patroli, terutama di kawasan vital. “Kami siap menghadapi kekerasan macam apa pun,” kata juru bicara kepolisian Dhaka, Masudur Rahman.
Namun, akibat kerusuhan ini, sejumlah sekolah dan kantor terpaksa ditutup untuk menghidari korban jiwa. Kerusuhan juga melumpuhkan jalanan sehingga menghambat mobilisasi warga.
Kerusuhan ini juga menelan satu korban jiwa, yakni seorang polisi yang terkena serangan jantung saat menjaga 150 demonstran di Kota Monirumpur. “Dia telah tewas ketika tiba di rumah sakit. Dokter beranggapan, kerusuhan menjadi salah satu penyebab serangan jantungnya,” ujar Joydev Bhadra, kepala polisi Distrik Monirumpur.
Baik partai Jamaah dan BNP menuding sidang kejahatan perang ini dimotivasi oleh persaingan politik dari partai pemerintah. Sidang ini juga mendapat kritik dari pegiat hak asasi manusia internasional karena lemahnya prosedur hukum dalam persidangan dan tidak ada pengawas independen dari negara lain. Persidangan akan berlanjut untuk menjatuhkan vonis terhadap terdakwa lain pada awal Februari.
CHANNEL NEWS ASIA | SITA PLANASARI AQUADINI