TEMPO.CO, Moskow - Perdana Menteri Russia Dmitry Medvedev mengatakan, peluang Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk mempertahankan kekuasaannya semakin mengecil. "Saya berpikir bahwa setiap hari, setiap minggu dan setiap bulan kemungkinan mempertahankan kekuasaannya semakin kecil dan lebih kecil," kata Medvedev dalam transkrip wawancaranya dengan CNN, yang dirilis oleh kantor Perdana Menteri Russia, Minggu, 27 Januari 2013.
Ini adalah pernyataan Rusia yang paling vokal atas nasib Assad setelah menghadapi pemberontakan dari oposisi, yang sudah berjalan 22 bulan. Namun Medvedev tetap mendorong perlunya dialog antara pemerintah Suriah dengan musuh-musuhnya dan menegaskan sikap Russia yang tak ingin Assad didepak oleh kekuatan dari luar. "Saya ulangi lagi bahwa nasib Assad harus diputuskan oleh rakyat Suriah, bukan Russia, juga bukan Amerika Serikat, atau negara lain."
"Tugas Amerika Serikat, negara Eropa dan kekuatan lainnya ... adalah untuk mendudukkan pihak-pihak yang bertikai dalam negosiasi, dan tidak meminta Assad pergi dan dieksekusi seperti Qadafi atau diusung ke pengadilan seperti Husni Mubarak," kata Medvedev. Presiden Libya Muammar Qadafi dieksekusi oleh para penentangnya, sedangkan Presiden Mesir Husni Mubarak diadili karena dugaan kejahatannya di masa lalu.
Russia adalah sekutu paling penting Assad dalam menghadapi konflik bersenjata di Suriah, yang diawali dengan aksi damai di jalan sebelum berujung pada pemberontakan bersenjata, dan menyebabkan lebih dari 60.000 orang terbunuh. Moskow menghadang tiga resolusi Dewan Keamanan PBB yang ingin mendepak Assad. Namun Rusia juga menyampaikan sikap berjarak dengan mengatakan tak berusaha untuk menopang dia dan tidak menawarkan suaka kepadanya.
Reuters | Abdul Manan