TEMPO.CO, Yangon — Pasukan pemerintah Myanmar, Ahad, 20 Januari 2013, menyerang pasukan pemberontak Kachin, meski Presiden Thein Sein, akhir pekan lalu, telah mengumumkan gencatan senjata.
“Selama akhir pekan, pasukan Myanmar berulang kali menyerang posisi pasukan kami di La Ja Yang dan wilayah lain,” kata James Lum Dau, juru bicara Pasukan Pembebasan Kachin (KIA). Serangan kemarin pagi, ujar Lum Dau, melibatkan pasukan artileri dan infanteri.
Seorang sumber lokal Reuters di Kachin yang menolak disebutkan namanya membenarkan insiden itu. Ledakan terdengar oleh warga Kota Mai Ja Yang. Pasukan pemerintah bahkan dilaporkan berada hanya delapan kilometer dari Laiza. Pesawat tempur pemerintah tampak berpatroli di udara, tapi tidak melakukan serangan.
Namun Thein Sein dalam kesempatan terpisah membantah pasukan pemerintah yang disebut Tamadaw berusaha menguasai Laiza, lokasi markas besar KIA dan organisasi politiknya, Organisasi Pembebasan Kachin (KIO).
“Saat ini Tamadaw memang berjarak cukup dekat dengan Laiza. Tapi saya sudah memerintahkan mereka untuk tidak mencaplok Laiza,” tutur Thein Sein dalam pertemuan dengan organisasi non-pemerintah dan lembaga donor internasional di Kota Yangon.
Thein Sein kembali menegaskan bahwa perundingan merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh perdamaian di seluruh penjuru Myanmar. Sehari sebelumnya, ia mengajak kelompok pemberontak Kachin dan kelompok pemberontak dari etnis lain untuk berunding dengan pemerintah. Sebanyak sepuluh kelompok pemberontak telah menyepakati gencatan senjata.
Lum Dau menuding perundingan hanyalah upaya pemerintah memberi waktu kepada pasukan Myanmar agar dapat memperkuat serangan terhadap pemberontak Kachin. “Kami telah bersedia melakukan gencatan senjata pada 1994. Dan lihat sekarang, bukan kami yang melanggar perjanjian,” ucap Lum Dau, geram.
Gencatan senjata selama 17 tahun antara pemerintah dan KIA pecah pada Juni 2011, menyebabkan pertempuran sengit terus berlangsung selama beberapa pekan terakhir. Pertempuran selama 20 bulan terakhir menyebabkan puluhan ribu warga sipil Kachin terpaksa mengungsi.
L REUTERS | SITA PLANASARI AQUADINI