TEMPO.CO, Kairo - Kasus yang membelit mantan Presiden Mesir Hosni Mobarak seakan mengantri panjang. Kini, seorang jaksa Mesir menahanannya dengan kasus baru pada Sabtu, 11 Januari 2013.
Jaksa menduga Mobarak menerima suap dari Al Ahram, surat kabar negara di negeri piramid itu. Hadiah itu, disebut sebagai bagian dari loyalitas lembaga negara saat dia masih memegang tampuk kekuasaan.
Menurut sumber yang enggan disebut namanya, jaksa penuntut publik memerintahkan penahanan Mobarak selama 15 hari sambil menunggu hasil penyelidikan. Padahal, bekas presiden itu juga sedang menjalani hukuman seumur hidup setelah dinyatakan bersalah karena gagal menghentikan pembunuhan demonstran selama pemberontakan 2011 yang hendak menggulingkannya.
Beberapa sumber mengatakan, Mobarak ditanyai soal jam tangan, pena, tas, ikat pinggang dan perhiasan yang diduga diterima dari Al Ahram. Daftar hadiah panjang dan mencakup 36 penerima, termasuk istri Mobarak Suzanne dan dua putranya. Selain itu ada juga rekan Mobarak, termasuk mantan menteri Safwat el-Sherif dan mantan Perdana Menteri Ahmed Nazif.
Website Al Ahram menulis laporan resmi yang memperkirakan nilai hadiah di sekitar enam juta pound Mesir atau sekitar hampir Rp 10 miliar. Surat kabar itu mengatakan bahwa hadiah itu merupakan ritual ketika koran itu dijalankan oleh loyalis Mobarak. Manajemen media itu berubah seiring dengan adanya pemberontakan.
Mobarak dijadwalkan mendengar putusan di banding hari ini, Senin 14 Januari 2013. Dia dipindahkan ke rumah sakit militer di Kairo bulan lalu setelah tergelincir di kamar mandi penjara dan melukai dirinya sendiri.
Banyak mantan anggota rezim Mobarak didakwa korupsi atau pembunuhan demonstran selama pemberontakan. Beberapa dari mereka menjalani hukuman penjara dan ada yang dihukum dengan masa percobaan. Sejauh ini, jaksa belum mampu untuk menghukum keluarga dekat Mobarak atas tuduhan korupsi, meskipun dua putra masih diadili.
NUR ROCHMI | AP