TEMPO.CO , Pretoria: Pemerintah Afrika Selatan baru-baru ini menunjukkan data bahwa perburuan liar badak mengalami peningkatan secara substansial dibanding tahun lalu. Tahun ini, sebuah rekor sebanyak 668 badak telah dibunuh karena tanduk mereka. Angka ini naik hampir 50% dibanding tahun 2011.
Sebagian besar hewan tewas di Taman Nasional Kruger, suaka margasatwa terbesar di negara itu. Para ahli mengatakan bahwa permintaan cula badak di Asia-lah yang mendorong tingginya angka perburuan itu.
Afrika Selatan adalah rumah bagi tiga perempat populasi badak dunia yang mencapai 28 ribu ekor. Pada 2007, hanya 13 hewan saja yang hilang karena diburu. Bahkan ,awal tahun ini tercatat lima badak lebih telah tewas.
Sejak saat itu, pembunuhan telah meningkat secara substansial. Pasalnya, masyarakat di negara-negara, seperti Cina dan Vietnam, sangat yakin bahwa bubuk cula badak memiliki kekuatan obat untuk penyakit seperti kanker. Tanduk badak ini dapat dijual sekitar Rp 626 juta per kilogramnya.
Harga yang fantastis itu telah menarik mafia perburuan untuk menggunakan berbagai teknologi canggih dalam upaya menangkap dan menggergaji tanduk badak. Pemerintah Afrika Selatan telah berusaha mengerahkan tentara dan pesawat pengintai. Namun, mereka tetap saja kewalahan menghadapi para pemburu itu.
Menurut laporan terbaru dari jaringan pemantau satwa liar, TRAFFIC bahwa badak Afrika Selatan kini tengah menghadapi krisi perburuan yang akan mengakibatkan penurunan populasi. "Banyak badak mati illegal. Tanduk mereka diambil dan hewan dibiarkan berdarah sampai mati," kata Direktur Advokasi TRAFFIC, Sabri Zain.
Tak hanya Afrika Selatan, India adalah rumah bagi 2.200 badak di Kaziranga. Namun, penggunaan 900 penjaga bersenjata juga belum mampu menghentikan pemburu.
BBC | ISMI WAHID