TEMPO.CO , Seoul: Sepanjang karier politiknya, Park Geun-hye di bawah bayang-bayang nama sang ayah, Park Chung-hee, yang merebut kursi presiden dengan kudeta militer pada 1961. "Karena nama ayahnya yang ternoda, posisi politiknya menjadi terhambat," tulis wartawan BBC di Seoul, Lucy Williamson.
Rabu pekan lalu, Geun-hye membalik analisis tersebut. Dari 94 persen suara yang masuk pada pemilihan umum, dia unggul dengan perolehan suara sebesar 51,66 persen. Penantangnya, pegiat hak asasi manusia, Moon Jae-in, dari kubu sayap kiri, mendapat 47,91 persen suara. Geun-hye pun akan menempati kantor kepresidenan mulai Februari 2013 hingga lima tahun mendatang.
Tak sekadar itu, ia juga mendobrak tabu dengan menjadi presiden perempuan pertama. "Jika terpilih menjadi presiden, dia menabrak tabu itu. Sama seperti Barack Obama, yang menjadi presiden kulit hitam pertama Amerika Serikat," tulis Guardian ketika mengulas pencalonan Geun-hye pada Juli lalu.
Pada usia 60 tahun, Geun-hye kembali ke Wisma Biru, istana kepresidenan Korea Selatan. Sekitar setengah abad sebelumnya, dia menjadi penghuni Wisma Biru, mengikuti ayahnya ketika berusia 9 tahun. Kakak pertama dari tiga bersaudara itu tumbuh dengan beban lebih berat dibanding teman-temannya.
Pada 1974, ibunya, Yuk Young-soo, tewas ditembak dalam serangan pembunuh dari Korea Utara yang meleset dari sasaran utama, sang ayah. Sejak itu, pada usia 22 tahun, Geun-hye menjadi First Lady. Dia menyambut para istri kepala negara yang berkunjung ke negeri itu. Lima tahun kemudian, sang ayah tewas ditembak kepala intelijennya sendiri. Geun-hye menghilang sejak itu.
Setelah 18 tahun, yaitu pada 1997, Geun-hye turun gunung ke kancah politik, bergabung dengan Grand National Party, cikal-bakal partainya sekarang, Saenuri. Karier politiknya melesat. Setahun kemudian, dia meraih kursi legislatif di kota asalnya, Daegu. Selama 15 tahun menjadi anggota parlemen, Geun-hye berjasa memimpin partainya melewati masa-masa kritis.
Geun-hye memang perempuan tangguh. Pada masa kampanye 2006, seorang pria menyerangnya dengan alat pemotong kardus (box cutter). Meski mendapatkan 60 jahitan, Geun-hye kembali berkampanye segera sesudahnya. Setahun kemudian, dia mulai mengajukan diri ke bursa presiden. Namun partainya memilih Lee Myung-bak, yang kini dia gantikan sebagai presiden.
Pada kampanyenya, Geun-hye berjanji memprioritaskan ”Rekonsiliasi Nasional” serta meningkatkan ”Demokrasi Ekonomi” dan kesejahteraan sosial. Selain itu, ia berjanji meratakan kesejahteraan dan mempererat hubungan dengan Korea Utara. Sarjana teknik dari Universitas Sogang, Seoul, itu pernah berkunjung ke Pyongyang, Korea Utara, pada 2002, dan bertemu dengan mendiang pemimpin Korea Utara, Kim Jong-il.
Geun-hye dikenal suka membandingkan dirinya dengan mantan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher dan Kanselir Jerman Angela Merkel. Capaian puncaknya kini sejalan dengan tekadnya. Dia memilih tetap melajang hingga kini. "Saya hanya ingin mendedikasikan hidup saya bagi negara."
HARUN MAHBUB (ANISA, TRIP, AFP, AL-JAZEERA, BANGKOK POST, BBC, GUARDIAN, THE TELEGRAPH, YONHAP)
Terpopuler:
Pemimpin Ikhwanul Muslimim Ucapkan Selamat Natal
Rusia: Percuma Bujuk Al-Assad Mundur
Lagi, Penembakan Brutal di Amerika
Paus Ampuni Pembantunya yang ''Berkhianat''
Waktu Badai Sandy, CK Ngungsi ke Apartemen Mewah
Presiden Palestina, Mahmoud Abbas Ikut Misa Natal