TEMPO.CO, Brussels - Perang sipil Suriah telah mencapai jalan buntu dan upaya internasional untuk membujuk Presiden Bashar al-Assad mundur hampir pasti gagal, kata Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov.
Pemberontak berusaha menggulingkan Assad berjuang di pinggir ibukota Damaskus dan meluas ke selatan dari markas mereka di utara di Aleppo dan Idlib ke provinsi tengah Hama. Namun Assad, dari minoritas Alawit yang berafiliasi pada Syi'ah, meresponnya dengan artileri, serangan udara, dan rudal Scud.
Awal bulan ini Kremlin menyatakan para pemberontak bisa mengalahkan pasukan Assad dan bahwa Moskow sedang mempersiapkan kemungkinan evakuasi, tanda-tanda terkuat bahwa mereka sedang mempersiapkan era pasca-Assad. Namun pekan ini, Lavrov mengatakan Presiden Suriah tidak akan tunduk pada tekanan, jangankan dari lawan, bahkan dari pemimpin Moskow dan Beijing pun akan ditolaknya.
"Dengar, tidak ada yang akan memenangkan perang ini," katanya kepada wartawan di dalam pesawat pemerintah dalam perjalanan ke Moskow dari pertemuan puncak Rusia-Uni Eropa di Brussels. "Assad tidak peduli apa yang dikatakan orang, baik itu Cina atau Rusia."
Lavrov mengatakan Rusia telah menolak permintaan dari negara-negara di kawasan itu untuk menekan Assad agar mundur atau menawarkan dia tempat yang aman. Ia juga menyatakan, mundurnya Assad justru akan menimbulkan kekacauan yang lebih besar di Suriah.
Dia juga mengatakan pihak berwenang Suriah telah mengumpulkan senjata kimia dan bahwa mereka "di bawah kendali" untuk sementara waktu. "Saat ini pemerintah (Suriah) melakukan semua yang bisa untuk mengamankan (senjata kimia), menurut data intelijen yang kita miliki dan Barat memiliki," katanya.
Negara-negara Barat mengatakan tiga minggu lalu bahwa pemerintah Assad mungkin mempersiapkan diri untuk menggunakan senjata kimia dalam menghadapi pemberontak di sekitar ibukota dan di Aleppo dan Idlib di utara.
REUTERS | TRIP B