TEMPO.CO, Jakarta - Tragedi penembakan maut di Connecticut mengejutkan semua warga Fairfield County, kota kecil di timur laut New York yang dikenal sebagai kawasan sub-urban yang tenang, dengan perbukitan dan hutan kayunya.
SD Sandy Hook sendiri memiliki 700 siswa dan memberikan pendidikan untuk anak-anak usia 5-10 tahun. "Sekolah ini memiliki reputasi yang baik sejak lama," kata seorang warga setempat, Robert Place, 65 tahun.
Sesaat setelah polisi memasuki area penembakan, sejumlah kesaksian muncul. Seorang siswa berusia 9 tahun bercerita bagaimana dia dan kawan-kawannya sedang berada di arena olahraga ketika suara tembakan bergema.
Dia mendengar bagaimana seorang pria berteriak, "Angkat tangan!" dan seseorang menjawab memelas, "Jangan tembak," disusul suara letusan senjata. Ketika diwawancarai pers, siswa ini gemetar dan tak henti-hentinya menangis. "Tadinya kami pikir ada yang menggedor dinding, tapi ternyata itu suara letusan senjata."
Yvonne Cech, penjaga perpustakaan di SD Sandy Hook, bercerita bagaimana dia dan tiga rekannya mengawal 18 siswa kelas IV SD untuk bersembunyi di lemari ketika penembakan terjadi. "Kami diselamatkan tim SWAT polisi," katanya lega.
Siswa lain bercerita tentang para guru yang cepat menginstruksikan siswa-siswanya bersembunyi di sebuah ruangan ketika suara tembakan terdengar bertalu-talu. Ketika tembakan mendekat, sang guru memindahkan murid-muridnya ke ruangan lain, sampai kemudian seorang polisi muncul dan mengawal mereka berlari ke luar sekolah.
Jumat pagi waktu setempat, 14 Desember 2012, Adam Lanza, 20 tahun, yang diduga merupakan anak dari salah seorang guru SD Sandy Hook, muncul di sekolah itu dan melepaskan tembakan membabi buta. Bersenjatakan pistol Glock dan Sig Sauer, dia menewaskan 20 anak-anak dan lima orang dewasa, sebelum bunuh diri. Sesosok mayat lain ditemukan polisi di lokasi berbeda, dan diduga juga terkait insiden ini. Total korban dalam penembakan maut ini adalah 27 orang.
NYT | WAHYU