TEMPO.CO, Manila - Setelah 14 tahun macet di kongres, parlemen Filipina akhirnya menyetujui pembahasan tahap dua draf undang-undang kesehatan reproduksi pada Kamis dinihari, 13 Desember 2012. Saat tahap pemberian suara yang berlangsung sekitar lima jam itu, 113 anggota parlemen mendukung, 104 orang menolak, dan tiga orang abstain.
Dengan lolosnya pembahasan tahap dua, maka selangkah lagi Filipina akan memiliki undang-undang yang mengatur pembatasan kelahiran. Langkah selanjutnya adalah pembahasan ketiga draf undang-undang, Senin depan. Hasil pembahasan kedua juga akan dibawa ke senat untuk mendapatkan dukungan.
Draf undang-undang ini sejak awal mendapat penolakan keras dari pemimpin gereja Katolik, yang menentang penggunaan kontrasepsi termasuk kondom dan pil pencegah kehamilan. Sedangkan umat muslim memberikan dukungan.
Rodolfo Biazon, yang mewakili Kota Muntilupa, mengatakan, akan dikeluarkan fatwa untuk mendukung undang-undang tentang kesehatan reproduksi. Menurut dia, banyak daerah yang menuntut adanya undang-undang itu.
“Undang-undang ini bukan berkaitan dengan agama atau pembatasan populasi. Ini murni legislasi,” kata Janette Garin, anggota parlemen yang mendukung undang-undang itu.
Nantinya, undang-undang kesehatan reproduksi akan memberikan mandat kepada pemerintah untuk menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi agar dapat diakses oleh keluarga-keluarga miskin melalui pemberian informasi, pendidikan, dan kriteria kontrasepsi gratis.
“Mari kita melahirkan anak atas dasar pilihan, bukan karena peluang,” kata Edcel Lagman, anggota parlemen yang menggagas legislasi ini.
Pernyataan Lagman dinilai merefleksikan pemikiran Presiden Benigno Aquino, yang mendorong adanya undang-undang tentang kesehatan reproduksi tersebut. Hal ini untuk membantu memerangi kemiskinan di negara berpenduduk mendekati 100 juta orang, dengan angka kematian tinggi bagi ibu-ibu yang melahirkan.
INQUIRER .NET | ASIA ONE | MARIA RITA