TEMPO.CO, Berlin-Parlemen Jerman akhirnya menyetujui pemberlakuan undang-undang yang mengizinkan anak laki-laki disunat . Persetujuan ini mengakhiri ketidakpastian hukum selama berbulan-bulan. Sebelumnya pengadilan memutuskan sunat sebagai pelanggaran menyusul banyaknya protes diarahkan ke warga Yahudi dan Muslim.
Meski disetujui, namun suara parlemen tidak bulat memberikan dukungan. Sebanyak 434 anggota parlemen Jerman memberikan dukungan, 100 anggota parlemen menentangnya, dan 46 tidak memberikan suara (abstain).
Kehadiran undang-undang tersebut disambut oleh warga Yahudi dan Muslim. “Undang-undang sunat ini akhirnya mengembalikan kepastian hukum,” kata Dieter Graumann, Ketua Dewan Sentral Yahudi Jerman, Rabu, 12 Desember 2012.
Menurut Graumann, hal penting adalah pesan politik dari undang-undang ini yang menerima warga Yahudi dan Muslim hidup di Jerman.
Larangan atas sunat yang didasari keyakinan agama itu dianggap isu sensitivitas di Jerman karena negara itu pernah menyakiti warga Yahudi dan warga minoritas lainnya di masa Nazi berkuasa.
Dalam pembahasan undang-undang ini, mereka mempersoalkan usia seorang anak laki-laki disunat. Ada yang mengusulkan sunat dilakukan saat remaja, sementara Yahudi dan Muslim menyunatkan anak mereka saat usia masih bocah bahkan baru beberapa hari setelah lahir.
Pendukung undang-undang ini termasuk Kanselor Jerman Angela Merkel mengingatkan kegagalan untuk melindungi tradisi sunat akan menimbulkan resiko bagi Jerman sebagai negara satu-satunya di dunia yang melarang sunat.
Jerman merupakan negara berpenduduk 82 juta jiwa. Dari total populasi itu sekitar 250 ribu penduduk Yahudi dan empat juta jiwa adalah penduduk Muslim.
AP I MARIA RITA