TEMPO.CO, Yangoon - Bagi Presiden Amerika Serikat Barack Obama, kunjungan pertamanya ke Myanmar tak lengkap jika tak menemui Aung San Suu Kyi, tokoh perempuan yang menjadi simbol demokrasi negara itu.
Obama sangat bangga menjadi presiden Amerika pertama yang mengunjungi Myanmar. Kegembiraannya semakin besar saat ia akhirnya bisa bertemu langsung dengan Suu Kyi, sesama penerima Nobel Perdamaian.
"Orang pertama yang harus saya kunjungi adalah simbol demokrasi, yang menginspirasi banyak orang, tak hanya di negara ini tapi juga di seluruh dunia," kata Obama saat bertemu dengan Suu Kyi, Senin, 19 November 2012.
Menurut Obama, Suu Kyi telah melewati tahun-tahun yang sulit dalam memperjuangkan demokrasi di Myanmar. Hal itu malah semakin menunjukkan keberanian perempuan berusia 67 tahun yang menjadi pemimpin National League for Democracy (Liga Nasional untuk Demokrasi) itu.
"Dia telah menunjukkan bahwa kebebasan dan martabat manusia tak bisa dimungkiri," ujarnya.
Suu Kyi berterima kasih atas dukungan Obama terhadap proses demokrasi yang berlangsung di negaranya. Dengan suara perlahan, ia mengatakan bahwa waktu yang paling sulit adalah saat "ketika kita berpikir kesuksesan ada di depan mata".
"Kemudian kita harus sangat berhati-hati agar tak terpikat fatamorgana kesuksesan dan bahwa kita bekerja untuk keberhasilan yang sebenarnya, yaitu untuk rakyat," kata penerima Nobel Perdamaian 1991 itu.
Obama menambahkan, setelah kunjungannya ini, hubungan kedua negara akan semakin erat. Apalagi Amerika telah menempatkan duta besarnya di Yangoon untuk membantu membangun kembali perekonomian negara tersebut. "Hari ini menandai babak baru antara Amerika dan Burma," kata dia.
Suu Kyi adalah aktivis pro-demokrasi Myanmar dan pemimpin National League for Democracy (Liga Nasional untuk Demokrasi). Ia menjadi tahanan rumah selama 15 tahun dan dibebaskan secara resmi oleh junta militer Myanmar pada tanggal 13 November 2010. Suu Kyi menerima Penghargaan Nobel Perdamaian pada 1991 karena perjuangannya mempromosikan demokrasi di negaranya tanpa menggunakan kekerasan dalam menentang kekuasaan rezim militer.
ABCNEWS | REUTERS | MUNAWWAROH
Berita lain:
Bom Meledak di Pakistan, 2 Tewas
Krisis Gaza, PBB Minta Gencatan Senjata
Roket dari Mesir Hantam Israel
28 Sukarelawan Indonesia Bertahan di Gaza