TEMPO.CO, Jakarta - Sepekan menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat, Richard Green Lugar berkunjung ke Indonesia. Senator dari Partai Republik yang masih bersemangat di usia 80 tahun ini datang menemui Wakil Presiden Boediono dan sejumlah anggota DPR RI.
Senator selama 35 tahun yang banyak berkutat dalam kebijakan luar negeri Amerika ini ingin melihat perkembangan kesepakatan tentang kemitraan komprehensif antara Indonesia dan Amerika Serikat, yang ditandatangani ketika Presiden Amerika Serikat Barack Obama berkunjung ke Jakarta, November 2010. Kedua negara sepakat mengembangkan kerja sama untuk menangani berbagai isu regional dan global, salah satunya kerja sama keamanan dan kawasan.
Lugar mengakui kawasan Asia sangat penting bagi Amerika Serikat karena ada sejumlah negara memiliki fasilitas nuklir. “Saya rasa memang ada masalah keamanan,” kata mantan Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Kongres Amerika ini kepada wartawan Tempo: Purwani Diyah Prabandari, Sapto Yunus, dan fotografer Jacky Rachmansyah di hotel The Ritz-Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Rabu dua pekan lalu.
Kebijakan luar negeri pemerintah Presiden Obama punya fokus di Asia Pasifik. Bagaimana pendapat Anda?
Pertumbuhan ekonomi dunia terjadi di Asia. Negara-negara di Asia dinamis, bukan dalam hal populasi, tetapi dalam hal produk nasional bruto yang berkembang, serta hubungan dagang, penemuan metode baru dalam berbisnis, dan pasar baru.
Saya terkesan dengan kunjungan ke tiga ibu kota negara, yakni Bangkok, Manila, dan Jakarta. Luar biasa, mengagumkan. Saya hanya ingin mengatakan, setiap warga Amerika yang meluangkan waktu untuk bepergian akan mengerti dinamika tempat ini.
Apakah India, Pakistan, Korea Utara, dan Iran yang memiliki fasilitas nuklir, dan Cina dengan militer yang kuat, justru tidak dilihat sebagai ancaman?
Saya rasa memang ada masalah keamanan. Saya mulai dengan program perlucutan senjata pemusnah massal. Ini poin penting.
Tidak seperti warga Amerika yang benar-benar ketakutan akan musnah akibat ancaman nuklir Uni Soviet selama 40 tahun, warga Asia tak berpikir akan musnah akibat nuklir.
Ketika masih ada Uni Soviet, terdapat cukup peluru berhulu ledak nuklir yang bisa menghancurkan setiap kota besar dan instalasi militer di Amerika. Saya pernah pergi ke tempat pengendalian rudal besar, 13 lantai turun ke bawah tanah. Di sana para petugas Rusia berdiri mengawasi siang dan malam gambar kota-kota di Amerika di dinding, membayangkan target yang sebenarnya.
Bagaimana dengan potensi ancaman dari Korea Utara, India, dan Pakistan?
Korea Utara merupakan masalah khusus karena mereka memiliki program senjata nuklir. Itu program yang menjadi kebanggaan negara itu sekaligus sebagai pesan ke dunia luar agar tidak mengganggu mereka. Ini situasi berbahaya. Dari waktu ke waktu kami sudah memperketat sanksi ekonomi, menghambat aliran keuangan pemimpin Korea Utara di luar negeri, dan memblokir jalur misil Korea Utara. Kami terus bekerja sama dengan negara lain, membujuk agar Korea Utara meninggalkan senjata nuklir.
Militer Cina kini semakin kuat, sementara AS justru memangkas anggaran militernya. Bagaimana AS mempertahankan kehadiran militernya di Asia Pasifik?
Amerika memiliki anggaran militer yang sangat besar. Saya pikir, tanpa membandingkannya dengan Cina, anggaran militer AS tetap meningkat dan tidak ada keraguan dalam hal ini. Namun, harus diakui anggaran militer Cina memang juga terus meningkat. Itulah mengapa transisi kepemimpinan di Cina saat ini menjadi faktor yang menentukan. Apalagi potensi konflik di Laut Cina Selatan meningkat.
Utusan dari Vietnam datang ke kantor kami, mengeluhkan tak punya wilayah perairan. Jadi, Amerika perlu berada di sini. Kami sedang dalam proses rotasi anggota marinir ke Australia. Kami melakukan latihan militer intensif. Australia sangat senang dengan langkah ini. Juga ada latihan militer dengan Filipina.
Seberapa penting keberadaan militer AS di Asia Pasifik?
Kepentingan nasional kami di seluruh dunia adalah berusaha agar semua jalur laut terbuka untuk perdagangan. Setiap negara punya kesempatan berdagang tanpa takut dibajak. Kami sangat menghargai kerja presiden Indonesia, yang berusaha menghasilkan kesepakatan umum dengan Cina, juga Filipina dan Thailand. Itu sangat membantu.
Kepentingan nasional kami berada di seluruh dunia. Kami berusaha menjaga agar jalur laut di dunia tetap terbuka. Kami mengatakan kepada negara-negara tersebut, jangan merusak jalur perdagangan, karena dunia sangat bergantung pada kemampuan kita menggerakkan sumber energi, makanan, dan pertumbuhan ekonomi lainnya.
Itu sebabnya kami mengirim kapal perang seperti USS Washington. Beberapa negara mungkin marah karena kapal perang AS melayari Laut Cina Selatan. AS memiliki kepentingan komersial.
Apakah AS harus memainkan peran lebih aktif untuk menjamin perdamaian di Laut Cina Selatan?
Saya tidak yakin kami akan memainkan peran lebih aktif, karena kami sungguh menghargai hubungan historis dengan negara-negara di sini. Kami telah aktif menerima ASEAN dan menunjuk duta besar untuk ASEAN. Kami tertarik pada asosiasi lain tempat negara-negara Asia menjadi anggotanya. Sesungguhnya peran diplomasi sangatlah penting dalam hal perdamaian di Laut Cina Selatan.
Menurut Anda, bagaimana kebijakan AS terhadap Iran?
Saya pikir kebijakan kami sudah benar. Kami telah memberikan sanksi dan mendorong setiap negara agar membantu. Beberapa negara sudah sangat membantu, namun ada juga yang menolak mendukung sanksi karena mengatakan mereka cuma butuh minyaknya.
Hasilnya sudah ada. Mata uang Iran turun sangat drastis. Pasokan makanan dan ekspor turun setidaknya 50 persen dari pendapatan pemerintah. Situasi ini akan memaksa Iran untuk serius membicarakan program nuklirnya.