TEMPO.CO, New York -- Perusahaan penaksir kerugian, Eqecat, menghitung kerugian ekonomi akibat topan yang melanda pada 29-30 Oktober 2012 sebesar US$ 50 miliar (Rp 481 triliun). Nilai ini, menurut cbsnews, adalah kerugian terbesar yang dialami Amerika setelah hantaman badai Katrina 2005.
Angka yang diungkap Eqecat pada Kamis, 1 November 2012, nilainya lebih dari prediksi kerusakan sebelumnya. Eqecat menaksir total ganti rugi yang harus dibayar pihak asuransi dari badai Sandy sekitar US$ 20 miliar (Rp 288 triliun).
Analisa Eqecat menyebutkan bahwa kerugian ekonomi terbesar berasal dari matinya pembangkit listrik. Matinya listrik yang disebabkan Sandy lebih luas daripada kerugian dari topan serupa. Hingga Kamis lalu, Departemen Energy menghitung bahwa ada 4,8 juta rumah dan industri berada dalam kondisi tanpa listrik.
Eqecat mencatat bahwa kerusakan moda transportasi juga memperbesar kerugian Sandy. Lumpuhnya moda bawah tanah, subway, dan tertutupnya sejumlah jalan menambah nilai kerugian ekonomi.
Sebelum terjadi badai, Eqecat memprediksi kehilangan ekonomi hanya berada di angka US$ 20 miliar dan US$ 10 miliar dari ganti rugi asuransi. Jika prediksi kerugian benar, Sandy akan menjadi badai kedua yang paling merugikan Amerika Serika setelah Katrina. Katrina menyebabkan kerugian hingga US$ 108 miliar (Rp 1,03 biliun) pada 2005, atau nilainya sekarang setara US$ 128 miliar (Rp 1,2 biliun).
Selain Eqecat, sejumlah perusahaan lain pun ikut memprediksi kerugian akibat Sandy. Antara lain RMS dan IHS. Namun RMS belum merilis data mereka. Adapun IHS menaksir kerugian bisnis jelang Halloween ini mencapai US$ 30 miliar.
Gubernur New York, New Jersey, dan sejumlah kota di Amerika lainnya meminta perusahaan asuransi tak boleh membebankan kerusakan Sandy pada pemilik premi. Sebab, seperti yang dikutip Reuters, Sandy adalah badai pasca-tropis yang menghantam dataran dan segera meluluhlantakkan bangunan. Asuransi diharapkan bisa membantu pemilik rumah agar segera membangun kembali properti mereka yang rusak.
Sandy juga menyebabkan harga saham merosot hingga 2,4 persen atau senilai US$ 97 sen pada penutupan Kamis sore, 1 November.
DIANING SARI
Baca juga:
Badai Sandy Buktikan Kekuatan Media Sosial
Romney Kaitkan Obama dengan Castro dan Chavez
Alasan Wali Kota New York Dukung Obama
Pesta Halloween di Spanyol Telan Korban Jiwa
Israel Akui Bunuh Wakil Yasser Arafat