TEMPO.CO, Tel Aviv - Israel untuk pertama kali mengakui telah membunuh wakil pemimpin Palestina Yasser Arafat, Khalil al-Wazir alias Abu Jihad, dalam sebuah operasi penyerbuan melalui jalur laut di Tunisia, 1988.
Menurut laporan koran Yediot Aharonot dalam edisi Kamis, 1 November 2012, operasi pembunuhan itu dilakukan oleh agen mata-mata Mossad melalui unit komando elite Sayeret Matkal.
Israel memang sudah lama dicurigai berada di balik kematian Abu Jihad. Namun baru kali ini dugaan tersebut diakui setelah militer melakukan sensor terhadap informasi yang akan diterbitkan Yediot, termasuk hasil wawancaranya dengan salah satu pasukan komando yang turut menghabisi Abu Jihad. Sedikitnya selama 12 tahun harian ini mengumpulkan berbagai informasi atas penyebab kematian Abu Jihad.
Operasi ini dipimpin oleh Nahum Lev, yang mengaku menjadi komandan operasi dalam sebuah wawancara sebelum kematiannya pada 2000. Dalam wawanara tersebut, dia bebicara terus terang tanpa ditutup-tutupi, meskipun tak pernah diterbitkan.
"Abu Jihad terlibat dalam berbagai pembunuhan mengerikan terhadap warga sipil. Saya menembaknya tanpa ragu," kata pasukan komando ini kepada Yediot.
Abu Jihad adalah sahabat lama dan wakil Arafat yang memimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Dia memiliki peran penting dalam mengarahkan gerakan intifada pada 1987-1993 guna melawan pendudukan Israel. Dia juga dituduh terlibat dalam serangkaian serangan mematikan melawan Israel sebelum tewas, termasuk serangan 1978 di sebuah bus yang menewaskan 38 warga Israel.
"Bagi kami, negara Israel telah melakukan pembunuhan terhadap Abu Jihad," kata Mahmud al-Alul, bekas asisten wakil PLO dan sekarang menjadi pejabat senior dalam gerakan Fatah pimpinan Presiden Palesina Mahmoud Abbas.
"Abu Jihad tidak dibunuh oleh tentara, melainkan oleh sebuah keputusan pemerintah Israel dan kepemimpinan militer," katanya kepada kantor berita AFP. "Jelaslah bahwa Israel harus bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut."
"Setiap orang tahu siapa yang menjadi perdana menteri dan menteri pertahanan, serta kepala keamanan. Bagi kami, mereka semua bertanggung jawab atas kematian Abu Jihad," kata Alul.
Pembunuhan itu terjadi pada saat Yitzhak Shamir menjadi perdana menteri. Sedangkan menteri pertahanan dijabat Yitzhak Rabin, yang belakangan menjabat perdana menteri hingga dia tewas karena sebuah pembunuhan oleh kelompok sayap kanan pada November 1995. Ehud Barak, yang sekarang menjadi menteri pertahanan, pada saat itu adalah wakil kepala staf. Sedangkan Moshe Yaalon, yang sekarang menjabat menteri urusan strategis, adalah komandan unit Sayeret Matkal.
Puluhan operasi yang mirip dilakukan terhadap pemimpin Palestina telah dilakukan Israel selama beberapa dekade. Namun Israel tak pernah mengaku bertanggung jawab. Pada saat pembunuhan terjadi, PLO menjadikan Tunisia sebagai markas besarnya.
Menurut laporan harian Israel ini, drama penyerbuan itu diawali dengan gerakan 26 pasukan unit komando Israel yang masuk ke wilayah perairan laut Tunisia menggunakan perahu karet. Lev bertugas merapat ke kediaman Abu Jihad di Kota Tunis bersama tentara lain yang mengenakan pakaian wanita.
Keduanya menyamar seperti pasangan yang sedang berlibur. Lev membawa kardus cokelat ukuran besar yang sesungguhnya berisi senjata dilengkapi alat peredam. Saat bertemu dengan pengawal Abu Jihad yang sedang tertidur di luar mobilnya, Lev menembaknya di bagian kepala.
"Ketika pasukan lainnya menerima kode bahwa kondisi di luar aman, kelompok penyerbu kedua, yang membawa berbagai perlengkapan, mendobrak pintu vila. Mereka merangsek masuk mengenakan topeng," demikian bunyi laporan koran itu.
Salah satu di antara agen (penyerbu) menuju lantai atas diikuti Lev di belakangnya. "Dia yang menembak pertama Abu Jihad," kata Lev. "Sepertinya dia (Abu Jihad) sedang membawa senjata. Kemudian saya menembaknya dan berhati-hati untuk tidak menyakiti istrinya yang tiba-tiba muncul. Dia tewas, pasukan lainnya membenarkan kematian itu."
Seorang pengawal dan tukang kebun yang sedang tidur di lantai bawah juga dibunuh. "Tidak bagus membunuh tukang kebun," kata Lev. "Namun inilah sebuah operasi. Anda harus yakin bahwa semua potensi hambatan mesti dihabisi."
AL JAZEERA | CHOIRUL
Berita terpopuler lainnya:
Upeti DPR, Bambang Soesatyo Tanya BS ke Dahlan
Pemicu Bentrokan Lampung Versi Penduduk
Angelina Sondakh Akui Pertemuan di Kemenpora
Jokowi Pertanyakan 3 Soal Sebelum Loloskan MRT
Lima Penyidik KPK Mengundurkan Diri
''2014, Jakarta Akan Mirip Shanghai''
KD Pastikan Yuni-Raffi Putus