TEMPO.CO, Tunis - Presiden Tunisia Moncef Marzouki, Kamis, 4 Oktober 2012, meminta maaf kepada perempuan yang menjadi korban pemerkosaan oleh dua polisi. Kedua pelaku kini sedang didengar keterangannya.
"Presiden Tunisia menerima perempuan muda korban pemerkosaan oleh polisi. Usai mendengar detail kasus menyakitkan itu, beliau langsung mengucapkan rasa simpatinya kepada korban seraya meminta maaf," demikian pernyataan kantor Presiden kemarin.
Marzouki juga mengutuk keras kasus pemerkosaan ini dan memuji korps kepolisian yang menolak menutupi perbuatan kedua anggotanya. "Perbuatan ini bukan mewakili institusi, tetapi dilakukan oleh anggota kepolisian bermental buruk," ujarnya.
Dalam pernyataannya, Marzouki mengatakan tidak ada toleransi, baik untuk pemerkosa maupun bagi mereka yang ingin menyembunyikan kebenaran. "Kantor Kepresidenan akan mengikuti kasus ini dari dekat untuk memastikan tidak ada kepentingan partisan."
Kedua tersangka berkilah mereka memergoki perempuan 27 tahun itu sedang berbuat tidak senonoh dengan tunangannya. Namun, alih-alih menahan mereka, kedua polisi itu memperkosa sang nona.
Setelah kasus ini mencuat, aksi protes bermunculan dari berbagai kelompok LSM, media, dan oposisi. Perdana Menteri Hamadi Jebali dari partai Islam berkuasa, Ennahda, meminta agar pelaku segera diperiksa dan diseret ke pengadilan.
Dari Prancis diperoleh kabar, sejumlah aktivis perempuan yang tergabung dalam kelompok FEMEN berunjuk rasa dengan bertelanjang badan di depan Museum Louvre, Paris, Rabu, 3 Oktober 2012. Mereka sengaja melakukan aksi bugil guna mengutuk insiden perkosaan terhadap seorang perempuan oleh dua pejabat kepolisian di Tunisia.
Para aktivis feminis ini berdiri di depan patung Venus de Milo dengan mengepalkan tangan dan mengangkatnya tinggi-tinggi, seraya meneriakkan yel-yel, "Kami di sini untuk menghentikan pemerkosaan."
Kasus pemerkosaan ini mendapatkan perhatian luas kelompok feminis di Prancis. Mereka menganggap tuduhan polisi mengada-ada.
"Sebagaimana Anda seorang wanita, Anda berpotensi menjadi korban kekerasan pemerkosaan," kata Inna Shevchenko, salah seorang pengunjuk rasa.
Dia melanjutkan, dirinya bersama rekan-rekannya, sengaja memilih melakukan aksi di Louvre dan patung Venus de Milo sebagai simbol wanita tanpa tangan. "Kami ke sini menunjukkan kami datang tanpa memiliki tangan untuk menghentikan pemerkosaan dan kami akan terus berperang melawannya."
AL ARABIYA NEWS | CHOIRUL